Warga dan Forkompimda Kecamatan Ketaman menanam mangrove di eks kebun kelapa di Desa Kuala Selat, Kamis (25/9).(DOK KEMENHUT)
DI areal seluas 1.683 ha, terhampar batang pohon kelapa tanpa daun. Ada sekitar ribuan batang pohon kelapa mati akibat terendam air laut ynag menembus tanggul yang dibuat oleh pemerintah.
Menurut Puryanto, salah satu pemilik kebun kelapa, awalnya tanggul cuma jebol sekitar beberapa meter. ''Kalau cuma beberapa meter, kami perbaiki sendiri tanggulnya. Tapi sekitar 2021 itu, tanggulnya jebol sekitar 1.000 meter,'' kata Puryanto yang juga Ketua KTH Selat Berseri.
Akibat tergenang air dengan kadar asin tinggi, pohon kelapa mati. Menurut hitungan Kepala Desa Kuala Selat Nurjaya, akibat matinya kebun kelapa tersebut, hampir seluruh warga desa jatuh miskin. ''Yang tadinya jadi pemberi zakat, sekarang jadi penerima zakat,'' ujar Nurjaya.
Hal ini diamini Puryanto. Setelah kebon kelapa mati, kehidupan 480 KK yang tadiya bergantung pada kebun kelapa harus beralih menjadi nelayan tangkap. Mereka mengandalkan tangkapan ikan, udang, dan kepiting di laut.
''Mereka dapat seadanya saja. Yang penting buat sehari-hari,'' ujar Nurjaya.
Nurjaya mengisahkan bahwa saat kebun kelapa masih ada, Dalam 2,5 hingga 3 bulan, per 2,5 ha (pwr bidang) kebun kelapa dapat menghasilkan sekitar 15 ribu butir kelapa dengan nilai total Rp50 juta. Dengan panen empat kali dalam setahun, total Rp200 juta ini menghidupi 480 KK pengelola kebun kelapa.
GANTUNGKAN HIDUP PADA MANGROVE
Setelah kebun kelapa mati, warga beralih menjadi nelayan tangkap. Mereka menangkap ikan, udang, dan kepiting.
Untuk memulihkan perekonomian warga Desa Kuala Selat pada umumnya, hadirlah program Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) di Riau. M4CR berkomitmen menghijaukan kembali area eks kebun kelapa menjadi ekosistem mangrove agar lebih bernilai ekonomi dan mampu menopang kehidupan warga.
M4CR telah memulai pembibitan untuk area 429 ha eks kebun kelapa terlebih dahulu. Warga yang terbagi dalam kelompok- kelompok diberdayakan untuk memelihara bibit, menanam, dan merawat mangrove.
Tujuan penanaman ini, selain untuk menghijaukan kembali area eks kebon kelapa yang tanahnya sudah menjadi asin, juga untuk melindungi lahan kebun yang masih ada di belakangnya.
Seperti diketahui, di sekitar kebun kelapa juga terdapat ekosistem mangrove yang di dalamnya, terdapat ikan, udang, kepiting, pohon nipah, kelapa. Area ekosistem mangrove ini juga menjadi bagian dari pengelolaan warga Desa Kuala Selat yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani hutan (KTH).
Terdapat ada sekitar 7 KTH di Desa Kuala Selat, Kecamatan Ketaman, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Fokus pengelolaannya berbeda-beda.
KTH-KTH ini, selain membantu merawat, menanam, dan memelihara bibit mangrove, mereka juga misalnya mengelola madu. Seperti yang dilakukan Kelompok Masyarakat Madu Kelulut teridiri dari 15 orang di Desa Perigi Raja dan dipimpin Husni Thamrin. ''Pemasaran satu itu harganya Rp100 ribuan. Masih di sekitar Riau saja,'' kata Husni.
Madu milik kelompoknya, kata Husni, meiliki keunikan antara lain dari rasanya yang beragam. Ada asam, ada manis, dan pahit.
Husni mengisahkan proses produksi madu itu sendiri. Pihaknya memanen tergantung kondisi sarang, sudah siap atau belum. ''Kalau pakannya itu musim madu, bisa satu bulan satu kali dipanen,'' kata Husni yang menambahkan bahwa madu yang dipanen dari lebah terikona hitama.
Dalam proses pembuatan maduk Husni menyebut kera dan semut adalah kendala yang harus dihadapi timnya. (H-1)


















































