
KESEHATAN mental remaja memainkan peranan penting dalam menentukan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka. Untuk itu Kawan Kopi secara perdana menggelar Kawan Sharing, Mental Health Check In di Kawan Kopi Jalan Ciumbuleuit Kota Bandung pada Minggu (18/5).
Acara tersebut diikuti puluhan peserta yang terlibat secara aktif sharing terkait kesehatan mental, terlebih akhir-akhir ini masalah kesehatan mental di kalangan remaja semakin meningkat. Data kesehatan mental pada 2025 menunjukkan bahwa 1 dari 5 orang Indonesia mengalami gejala gangguan mental mulai dari kecemasan hingga depresi berat.
"Alhamdulillah, ini adalah acara pertama kami yang sebenarnya lahir dari pendekatan customer oriented. Kami banyak berinteraksi dengan anak-anak muda milenial dan Gen Z yang merupakan mayoritas pelanggan kami. Dari sana, kami mulai mencari tahu masalah utama yang mereka alami," ungkap CMO Kawan Kopi, Faukar Muhamad .
Menurut Faukar, dari pendekatan tersebut, pihaknya melakukan survei kecil kepada sekitar 100 orang dan hasilnya cukup mengejutkan. Sebagian besar dari mereka mengalami gangguan kesehatan mental.
"Kami pun bertanya lebih dalam, ternyata ada beberapa faktor utama kurangnya akses ke psikolog, minimnya informasi tentang psikolog, adanya self-judgment dan ketakutan akan stigma sosial jika diketahui pergi ke psikolog," paparnya
Padahal lanjut Farukar, datang ke psikolog bukan berarti seseorang pasti mengalami gangguan mental serius. Maka dari itu, pihaknya menciptakan acara Kawan Sharing dengan tujuan memberikan edukasi bahwa tidak perlu takut untuk berkonsultasi dengan psikolog.
"Karena kami adalah coffee shop, kami ingin membuat suasana yang lebih friendly, berbeda dari biro psikologi yang cenderung formal. Kami ingin menghadirkan suasana nyaman seperti tempat nongkrong biasa agar orang lebih santai dan terbuka," tambahnya lagi.
Faukar menerangkan, program Kawan Sharing ini disediakan konsultasi gratis untuk 24 orang. Tapi ternyata yang mendaftar mencapai 763 orang Artinya, antusiasme masyarakat sangat besar, sementara kapasitas yang ada masih sangat terbatas.
"Dari situlah, kami mulai berpikir untuk mengadakan kegiatan ini secara rutin, tentu dengan jumlah psikolog yang lebih banyak. Bahkan, setelah acara tersebut digelar kami banyak dihubungi oleh berbagai biro psikologi dan psikolog klinis yang ingin berkolaborasi," beber Faukar.
Faukar berharap ini bisa menjadi program berkelanjutan dan tetap free, tanpa syarat atau ketentuan. Pendaftarannya pun dilakukan secara acak agar lebih adil. Selain Kawan Sharing, Kawan Kopi juga punya banyak menggelar acara lainnya seperti pertunjukan musik dan kegiatan lari bersama.
"Tapi untuk isu kesehatan mental, ini adalah acara perdana. Ke depan, kami berencana menambahkan program seperti pelatihan vokal untuk melatih diafragma sebagai media mental release, hingga olahraga bersama yang bisa menjadi pelampiasan positif dari tekanan mental," imbuhnya.
Kesehatan mental
Psikolog Klinis Rahmatika Septina Chairunnisa yang menjadi pembicara pada Kawan Sharing, mengaku sebagian besar dari peserta mengalami kesehatan mental seperti kecemasan. Di sini mereka berbagi dan banyak yang mengaku mengalami kecemasan, karena itu acara ini cukup bagus untuk lebih mengenalkan pentingnya kesehatan mental.
"Kebanyakan dari mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan saat mengalami kecemasan atau gangguan mental lainnya. Dan akhirnya lebih memilih memendam hingga bisa meledak kapan saja dan sulit untuk mengontrol," tandas Rahmatika.
Lewat acara Kawan Sharing Mental Health Check In, kata Rahmatika anak-anak muda bisa lebih teredukasi terkait pentingnya kesehatan mental, tidak lagi melakukan self-diagnose, dan lebih percaya untuk berkonsultasi dengan profesional. Dengan begitu, penanganannya bisa lebih terarah dan tepat sasaran.
"Mayoritas peserta berusia sekitar 25 tahun, usia transisi dari masa sekolah ke dunia kerja yang memang penuh tantangan dan tekanan baru," tutup Rahmatika. (E-2)