
PENELITI Pusat Studi Korupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menilai pengembangan kasus dugaan korupsi kuota haji yang menyeret banyak pihak merupakan hal wajar terjadi dalam sebuah penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, praktik korupsi pada dasarnya tidak pernah berdiri sendiri atau tunggal, melainkan melibatkan banyak aktor dan perusahaan secara kolektif dengan peran yang berbeda-beda.
“Pada dasarnya, praktik selama ini memperlihatkan kasus-kasus korupsi tidak mungkin tunggal, tidak mungkin dilakukan seorang diri, selalu melibatkan banyak orang. Selalu melibatkan perusahaan-perusahaan secara kolektif,” kata Herdiansyah saat dikonfirmasi, Jumat (19/9).
Herdiansyah menegaskan, dugaan korupsi kuota haji bisa dikategorikan sebagai megakorupsi karena menyangkut potensi kerugian dana dengan nilai yang sangat besar. Untuk itu, ia mendesak KPK untuk mencari pusat penyimpanan dan aliran dana.
“Rumusnya mega korupsi itu adanya epicentrum korupsi dimana ada tempat uang terhimpun, dan dana haji itu adalah tempat dimana uang begitu banyak beredar. Jadi jelas ini disebut megakorupsi, tidak hanya secara kuantitas tetapi juga menyangkut hak mendasar warga yang beririsan dengan keagamaan,” tegasnya.
Herdiansyah juga mengkritisi pembentukan Kementerian Umroh dan Haji yang dinilai tidak serta-merta menjadi solusi untuk menutup celah korupsi. Menurutnya, tanpa pembenahan tata kelola yang serius, lembaga baru hanya akan memindahkan masalah.
“Dibentuknya kementerian umroh dan haji justru hanya memindahkan korupsi dari mulut buaya ke mulut harimau karena seharusnya ada proses tata kelola yang dibenahi lebih dahulu,” jelasnya.
Selain itu, Herdiansyah menekankan, pembentukan kementerian baru tanpa pembenahan menyeluruh hanya akan mengulangi masalah yang sama.
“Ini akan menjadi problem karena manajemennya memang tidak dibenahi. Mesti dibersihkan dulu semua kotoran ini baru kemudian berpikir soal lembaga baru yang bernama kementerian,” imbuhnya.
Ia pun menyatakan pesimisme terhadap kementerian baru tersebut, mengingat besarnya dana yang dikelola dan masih lemahnya pengawasan.
“Saya agak pesimis, apalagi dengan banyaknya uang yang ada di sana, kalau kemudian tidak dikelola dengan baik, telaten dengan prinsip yang memadai serta pengawasan yang ketat, itu akan mengulangi hal serupa,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan yang terlibat kasus korupsi kuota haji. Korupsi ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp1 triliun. Saat ini, KPK juga tengah menelusuri keberadaan pihak yang diduga menjadi juru simpan dana hasil korupsi tersebut. (Dev/P-2)