
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang hanya menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait kasus sewa jet pribadi, merupakan langkah yang sangat mengecewakan dan tidak mencerminkan penegakan etika yang kuat.
Peneliti Perludem, Haykal mengatakan kasus penyewaan jet pribadi tersebut sudah jelas menunjukkan adanya penyalahgunaan anggaran dan praktik pemborosan yang tidak memiliki urgensi dan perencanaan matang.
“Apa yang kita lihat di dalam putusan DKPP hari ini tentu sangat menyedihkan. Sudah sangat terbukti terjadi penyalahgunaan anggaran negara yang digunakan bukan untuk hal-hal esensial dan cenderung merupakan pemborosan karena dilakukan tanpa pertimbangan matang,” ujar Haykal saat dikonfirmasi, Selasa (21/10).
Ia menilai penggunaan jet pribadi oleh jajaran KPU tidak memiliki alasan mendesak dan justru memperlihatkan rendahnya profesionalisme lembaga penyelenggara pemilu.
“Peruntukannya tidak terlihat urgensinya sama sekali. Ini menjadi salah satu catatan penting dari banyaknya masalah terhadap penyelenggara pemilu kita, khususnya KPU. Tindakan inefisiensi seperti ini menunjukkan bahwa kualitas dan profesionalisme KPU memang patut dipertanyakan,” tegasnya.
Menurut Haykal, keputusan DKPP yang hanya memberikan sanksi peringatan keras sangat tidak sepadan dengan pelanggaran yang dilakukan. Ia menilai sanksi ringan tersebut berpotensi menciptakan preseden buruk dalam akuntabilitas penggunaan dana negara.
“Bagi kami, sanksi peringatan saja bukan merupakan sanksi yang cukup, dan itu sangat tidak layak. Kita harus ingat bahwa anggaran yang digunakan adalah anggaran negara, bersumber dari APBN dan pajak rakyat. Kalau pelanggaran seperti ini hanya diberi peringatan, maka ke depan tidak akan ada efek jera,” ujarnya.
Lebih jauh, Haykal menegaskan perlunya reformasi menyeluruh terhadap lembaga penyelenggara pemilu, baik dari sisi kelembagaan, rekrutmen, hingga sistem pengawasan.
“Reformasi penyelenggara pemilu ini menjadi harga mutlak yang harus kita tunaikan. Ada permasalahan yang sangat fundamental di tubuh penyelenggara pemilu kita, mulai dari pembentukan kebijakan, pelaksanaan tugas dan fungsi, hingga penggunaan anggaran yang tidak transparan dan akuntabel,” kata Haykal.
Ia juga menilai momentum revisi Undang-Undang Pemilu yang sedang bergulir saat ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat mekanisme akuntabilitas penyelenggara pemilu ke depan.
“Reformasi KPU dan lembaga penyelenggara pemilu lainnya harus menjadi prioritas dalam revisi undang-undang pemilu. Jangan hanya fokus pada aturan teknis pemilu, tapi juga pada perbaikan sistem kelembagaan dan integritas penyelenggaranya,” pungkasnya. (Z-10)