Kabinet Prabowo makin Gemuk, Kebijakan Efisiensi sekadar Omon-Omon

4 weeks ago 25
Kabinet Prabowo makin Gemuk, Kebijakan Efisiensi sekadar Omon-Omon Ilustrasi(Antara)

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menyoroti reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengatakan Presiden Prabowo telah melakukan empat kali reshuffle kabinet dalam waktu satu tahun.

Kali ini, ada dua wakil menteri yang dilantik, yaitu Akhmad Wiyagus sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) dan Benjamin Paulus Octavianus Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes). Ia menilai reshuffle dan penambahan kursi wakil menteri membuat Kabinet Merah Putih semakin gemuk.

"Reshuffle kali ini mengesankan kabinet Prabowo semakin gemuk, khususnya dengan bertambahnya jabatan wakil menteri. Hal ini mengesankan kurang sejalan dengan kebijakan efisiensi yang diambil Prabowo," kata Jamiluddin melalui keterangannya, Kamis (9/10).

Jamiluddin menilai dengan banyaknya menteri dan wakil menteri tersebut akan membebani APBN. Anggaran untuk kegiatan rutin, khususnya untuk menteri dan wakil otomatis akan bertambah.

Selain itu, penambahan wakil menteri tidak jelas urgensinya. Pasalnya, di setiap kementerian sudah ada sekretaris jenderal dan direktur jenderal yang dapat melaksanakan fungsi dan tugas wakil menteri.

"Jadi, tanpa wakil menteri sebenarnya fungsi dan tugas kementerian dapat dilaksanakan oleh sekjen dan dirjen dengan baik. Para sekjen dan dirjen dapat membantu menteri dalam melaksanakan semua program yang ditetapkan presiden," katanya.

Jamiluddin menilai kehadiran wakil menteri dapat memunculkan persaingan tidak sehat dengan menteri. Hal ini, kata ia, membuka ruang tidak kondusifnya di suatu kementerian, termasuk potensi adanya matahari kembar.

Ia mengatakan situasi tersebut tentu sulit meningkatkan kinerja suatu kementerian. Pasalnya, sekjen dan dirjen bisa saja sulit bekerja maksimal karena berhadapan dengan matahari kembar.

Lebih lanjut, Jamiluddin menilai terlalu sering reshuffle juga tidak baik. Ia mengatakan reshuffle dapat menimbulkan ketidaknyaman bagi semua menteri dan wakil menteri. Hal ini dapat membuat para menteri setiap saat takut di reshuffle sehingga sulit menunjukkan kinerja maksimal.

"Lagi pula terlalu sering reshuffle mengindikasikan kurang selektifnya saat memilih menteri dan wakil menteri. Akibatnya, presiden tidak puas kinerja menteri dan wakil menterinya yang berujung reshuffle," katanya.

"Celakanya, kalau terlalu sering reshuffle kapan menteri dan wakil menterinya bekerja ? Mereka belum lama bekerja sudah di reshuffle. Hal ini dapat mengesankan kabinet tidak kondusif," pungkasnya. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |