
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah menyusun dokumen penting untuk mengajukan status Jakarta sebagai Kota Sinema dalam jaringan UNESCO Creative Cities Network (UCCN).
"Jakarta sebenarnya sudah memenuhi kriteria sebagai kota sinema. Kini kami bersama Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO sedang mempersiapkan kelengkapan dokumentasinya," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Andhika Permata, pada Selasa (23/9).
Pernyataan itu disampaikan Andhika dalam dialog bertema JEF Dialogue: Unlocking Jakarta's Potential Through Tourism and Creative Economy. Ia menyebutkan bahwa pencapaian ini akan menambah gelar Jakarta, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai Kota Literasi UNESCO pada 2020.
Menjadi kota sinema merupakan bagian dari visi besar Jakarta untuk menjadi pusat industri film dan ekonomi kreatif, baik secara nasional maupun global.
Guna mendukung visi tersebut, Pemprov DKI telah mengambil berbagai langkah strategis, termasuk memberikan kemudahan bagi sineas lokal dan internasional untuk melakukan proses syuting di Jakarta.
“Kami menyediakan fasilitas melalui platform ‘Filming in Jakarta’ sebagai wadah untuk mendukung produksi film di ibu kota,” jelasnya.
Tak hanya soal lokasi, pemerintah daerah juga berupaya membangun ekosistem yang mendorong pertumbuhan industri perfilman secara menyeluruh.
Menurut Andhika, geliat industri film di Jakarta terlihat jelas. Data tahun 2024 menunjukkan ada sekitar 42.000 judul film yang didaftarkan ke Lembaga Sensor Film, dengan 285 di antaranya telah lolos sensor. Selain itu, terdapat 141 rumah produksi, dan 80 persen di antaranya berbasis di Jakarta.
Lebih lanjut, proses produksi film pun dinilai mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar. Dalam satu produksi film, rata-rata menyerap 100 hingga 150 tenaga kerja selama kurun waktu enam bulan.
"Bayangkan jika sebuah produksi syuting di Jakarta selama enam bulan, mereka juga akan tinggal di hotel selama itu. Ini menciptakan permintaan yang signifikan, contohnya seperti Hotel Tavia Heritage yang bisa menjadi tempat menginap kru film," pungkas Andhika.
Tantangan
Menjadikan Jakarta sebagai Kota Sinema bukan tanpa tantangan. Hal itu diungkapkan oleh produser film dari Visinema Anggia Kharisma. Anggia yang juga turut memproduksi film animasi sekaligus film terlaris di Tanah Air, Jumbo, menyebut salah satu tantangan yang harus dibenahi adalah masalah perizinan.
"Jakarta masih seperti kota-kota lain di Indonesia pada umumnya yang belum memiliki standar perizinan di sektor kreatif, termasuk industri film. Izinnya rumit sekali. Untuk itu, produksi film asing masih sulit melakukan syuting di Jakarta maupun daerah lainnya," ujar Anggia yang pernah ikut dalam produksi film Hollywood bertajuk Eat Pray Love.
Bentuk Ekosistem
Sementara itu, potensi lainnya yang bisa digali dari Jakarta adalah dalam sektor pariwisata yang juga bisa dilakukan promosinya melalui sektor film. Hal itu disampaikan oleh traveling influencer Kadek Arini.
Influencer yang memiliki lebih dari 236 ribu pengikut di Instagram itu menyebut, Jakarta harus membangun ekosistem agar menarik minat wisatawan mancanegara. Namun, untuk membangun ekosistem tersebut, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa berjalan sendirian.
Ia mencontohkan Pemerintah Turki yang menyediakan paket tur wisata gratis keliling Kota Istanbul sebagai salah satu fasilitas bagi wisatawan asing yang bepergian menggunakan maskapai Turki dengan tujuan ke beberapa negara Eropa.
"Jadi mereka bikin bundling, bagi yang pakai pesawat penerbangan sore akan transit dulu di Istanbul seharian. Lalu waktu seharian itu bisa digunakan untuk ikut paket wisata gratis, disediakan bus dan makan siang. Itu sebagai pintu masuk. Nantinya turis akan tertarik dan berkunjung kembali ke Turki untuk berwisata secara penuh," paparnya.
Selain itu, ia juga mencontohkan apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tokyo. Banyak turis bisa berkali-kali berkunjung ke Tokyo meskipun tidak bisa berbahasa Jepang.
"Di bandara itu turis disambut oleh petugas yang siap membantu mengarahkan jika kita punya list tempat yang ingin dikunjungi. Mereka akan langsung membantu apa yang kita butuhkan, rute transportasi, jenisnya, dan sebagainya. Sehingga kita turis tidak merasa kesulitan walaupun bahasa dan tulisannya berbeda," ujar Kadek.
Namun, ia menyadari untuk membentuk ekosistem tersebut, Jakarta tidak bisa sendirian. Seluruh stakeholders harus bahu-membahu membentuk ekosistem tersebut.
Menjadi Rekomendasi
Dalam kesempatan itu, Deputi Kepala Bank Indonesia Perwakilan DKI Jakarta Iwan Setiawan menegaskan, hasil diskusi bertema JEF Dialogue: Unlocking Jakarta's Potential Through Tourism and Creative Economy akan menjadi salah satu rekomendasi dalam perumusan kebijakan yang akan rencananya akan dilakukan bulan depan.
Ia berharap, Jakarta bisa terus maju dan berkembang sebagai Kota Global.
"Berbagai pemikiran dan inovasi ini akan menjadi masukan dalam perumusan kebijakan, tentunya dalam rangka bagaimana kita menggali sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru di Jakarta dan menjadikan Jakarta sebagai Kota Global yang berdaya saing dan kompetitif," ucapnya. (E-4)