Ilustrasi(Dok Ist)
UPAYA percepatan penurunan stunting terus menjadi prioritas nasional. Pemerintah melalui kolaborasi dan gerakan inovasi antar Kementerian, termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), memperkuat strategi gizi nasional dengan menghadirkan berbagai kebijakan dan inovasi, salah satunya lewat pemanfaatan Pangan Olahan Keperluan Medis Khusus (PKMK).
PKMK merupakan produk pangan yang diformulasikan secara khusus untuk memenuhi kebutuhan gizi individu dengan kondisi medis tertentu, termasuk anak yang berisiko stunting atau mengalami gangguan pertumbuhan. Produk ini hanya dapat digunakan di bawah pengawasan tenaga kesehatan karena kandungan nutrisinya dirancang secara terukur sesuai kebutuhan klinis. Inovasi ini menjadi salah satu strategi penting untuk memastikan intervensi gizi berjalan efektif, merata, dan berkelanjutan hingga ke tingkat lokal.
Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Bima Arya, turut menyoroti pentingnya kerja sama lintas sektor dalam memastikan keberhasilan program penurunan stunting di daerah.
“Ini bukan sekadar program, tapi investasi jangka panjang untuk masa depan manusia Indonesia. Pemerintah daerah harus mampu mencatatkan strategi percepatan penanganan stunting dengan tepat dan memastikan implementasinya di lapangan berjalan efektif. Banyak daerah sudah menunjukkan praktik baik seperti pembentukan tim percepatan dan desa siaga stunting yang perlu terus direplikasi,” ujar Bima Arya.
Ia juga mengingatkan agar pengelolaan anggaran daerah dilakukan dengan lebih efisien dan tepat sasaran. “Kadang masih ada anggaran yang tidak optimal digunakan, padahal bisa dialihkan untuk memastikan ketersediaan gizi dan obat-obatan yang dibutuhkan. Ini yang perlu dicermati agar target-target penurunan stunting dan peningkatan gizi masyarakat tidak terganggu,” tambahnya.
Untuk memperkuat peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan program tersebut, Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) bersama Kemendag dan Kemenkes terus mempererat kolaborasi lintas sektor agar kebijakan gizi nasional dapat diimplementasikan secara efektif di daerah. Komitmen ini ditegaskan melalui gelaran Pentaloka Nasional bertema “Layanan Primer Kuat, Indonesia Sehat” yang mengangkat isu MBG & Penanggulangan Stunting, AIDS-TBC-Malaria (ATM), Hipertensi, Implementasi KTR, Tuberculosis, Dengue, serta Manajemen Risiko Dinkes & Fasyankes, yang berlangsung di Solo, pada 21–22 Oktober 2025.
Ketua Umum ADINKES, dr. M. Subuh, MPPM, dalam sambutannya menegaskan komitmen ADINKES dalam memperkuat kapasitas Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program penanganan stunting.
“Kami menyadari Dinas Kesehatan di berbagai daerah tengah berhadapan dengan tantangan yang kompleks. Namun, kami percaya tantangan bukanlah masalah, melainkan peluang untuk berkolaborasi. ADINKES selalu berpendapat bahwa tantangan itu justru harus dijawab dengan sinergi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat,” ujar dr. Subuh.
Lebih lanjut, ia mengatakan dengan dukungan pemerintah, pelaku usaha, dan organisasi masyarakat sipil, target penurunan angka stunting, kematian ibu dan anak, serta peningkatan umur harapan hidup dapat tercapai.
Sebagai bentuk apresiasi atas upaya pengendalian stunting di berbagai daerah, ADINKES menghadirkan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS) Award 2025, yang diserahkan dalam Pentaloka Nasional sebagai penghargaan bagi daerah dengan capaian dan inisiatif terbaik dalam pengendalian stunting.
Melanjutkan komitmen pemerintah dalam satu dekade terakhir untuk menekan angka stunting, ADINKES menilai pentingnya memberikan apresiasi kepada Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten, dan kota yang berhasil menunjukkan praktik baik serta capaian signifikan selama periode 2024 hingga Juli 2025.
Wujud nyata kolaborasi lintas sektor tersebut ditandai dengan pemberian apresiasi kepada 64 kota dan kabupaten di Indonesia melalui Generasi Maju Bebas Stunting Awards dan Penanggulangan AIDS, TBC, dan Malaria Awards. Penghargaan ini menjadi simbol dedikasi serta kerja bersama seluruh pihak dalam mewujudkan masyarakat yang lebih sehat, kuat, dan bebas dari stunting menuju Generasi Emas Indonesia 2045 yang sehat, cerdas, dan tangguh.
Pemberian GMBS Award 2025 diharapkan dapat menjadi dorongan bagi pemerintah daerah untuk terus memperkuat implementasi program pengendalian stunting di wilayah masing-masing, sekaligus mempercepat terwujudnya generasi Indonesia yang sehat, unggul, dan bebas stunting pada tahun 2045.
Sejalan dengan upaya tersebut, Kemenkes juga terus memperkuat pedoman penanganan stunting agar pelaksanaannya di lapangan semakin terarah. Dakhlan Choeron, Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Direktorat Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI, menjelaskan bahwa kebijakan dan pedoman tata laksana stunting telah memiliki dasar hukum yang kuat dan senantiasa diperbarui sesuai perkembangan terkini.
“Kementerian Kesehatan telah memiliki Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang menjadi acuan dalam tata laksana stunting, serta didukung oleh berbagai regulasi seperti Undang-Undang Nomor 17 dan PP Nomor 28. Saat ini, proses harmonisasi peraturan baru juga sedang berlangsung agar kebijakan pencegahan dan percepatan penurunan stunting dapat lebih efektif,” jelas Dakhlan.
Oleh karena itu, ia mengingatkan, penggunaan PKMK di rumah sakit harus dilakukan sesuai indikasi medis dan melalui pengawasan dokter spesialis anak. “PKMK diberikan apabila anak terindikasi mengalami gangguan gizi berdasarkan hasil pengukuran yang akurat. Karena itu, tahun ini Kementerian Kesehatan akan menyediakan PKMK untuk sebagian rumah sakit yang telah mengajukan kebutuhan, namun tetap membutuhkan kolaborasi pengadaan PKMK dari Dinas Kesehatan karena belum sepenuhnya kebutuhan PKMK terpenuhi dari Program Stunting Kementerian Kesehatan tahun ini” imbuhnya.
Dari aspek medis, intervensi berbasis PKMK terbukti efektif memperbaiki status gizi anak dengan malanutrisi maupun stunting. Hal itu disampaikan oleh dr. Nur Aisiyah Widjaya, Sp.A(K), Subspesialis Nutrisi dan Penyakit Metabolik. “Berdasarkan berbagai penelitian, intervensi dengan PKMK membantu mempercepat perbaikan berat badan dan tinggi badan anak, terutama dalam tiga hingga enam bulan pertama terapi. Efektivitasnya juga terlihat dari hasil analisis biaya yang menunjukkan efisiensi perawatan dan penurunan lama rawat inap dibandingkan terapi gizi konvensional,” jelasnya.
Tak hanya itu, intervensi berbasis PKMK juga memberikan manfaat ekonomi yang nyata. “Studi ekonomi yang dilakukan terhadap studi klinis kami menunjukkan adanya penghematan biaya perawatan hingga beberapa hari lebih singkat, serta penurunan komplikasi pada anak dengan malnutrisi atau penyakit kronik. Artinya, PKMK bisa menjadi solusi gizi yang berdampak jangka panjang bagi pertumbuhan anak, dan harus terbukti secara klinis dan ekonomis berdasarkan populasi anak Indonesia” jelas Nur Aisiyah.
Melengkapi strategi kolaborasi tersebut, Rita Novianti, Healthcare Nutrition Solution Director Sarihusada, menilai kerja sama lintas sektor dari hulu ke hilir menjadi kunci untuk menurunkan prevalensi stunting. “Bersama-sama, kami mengembangkan program kesehatan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Kota yang secara aktif merangkul seluruh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan yang terlibat dalam penatalaksanaan stunting di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Rita memaparkan bahwa melalui Gerakan Generasi Maju Bebas Stunting (GMBS), Sarihusada berkomitmen mendukung lahirnya generasi masa depan yang sehat dan berdaya saing. “GMBS adalah langkah awal menuju Indonesia bebas stunting. Kami berharap kegiatan ini dapat menambah wawasan serta memunculkan semangat baru bagi seluruh pihak yang terlibat dalam menurunkan angka stunting di wilayah masing-masing,” tutup Rita.
Sebagai bentuk ajakan nyata kepada para ibu di seluruh Indonesia, GMBS juga mengedepankan “3 Langkah Maju” yang sederhana namun berdampak besar dalam memastikan tumbuh kembang optimal anak, yakni:
1. Mengukur tinggi dan berat badan anak secara rutin.
2. Mengajak anak konsultasi ke dokter untuk memantau pertumbuhan, serta
3. Mengupayakan pemberian nutrisi teruji klinis sesuai kebutuhan anak.
Melalui tiga langkah ini, para ibu diharapkan dapat berperan aktif dalam memastikan anak tumbuh sehat, kuat, dan siap menjadi bagian dari generasi maju Indonesia.(H-2)


















































