Inovasi Optik Baru Tingkatkan Kemampuan LIGO Deteksi Gelombang Gravitasi

1 month ago 32
Inovasi Optik Baru Tingkatkan Kemampuan LIGO Deteksi Gelombang Gravitasi Perangkat optik adaptif ini dirancang untuk memancarkan pola panas berbentuk cincin ke permukaan cermin utama LIGO berdiameter 34 cm. Cara ini membantu mengendalikan distorsi akibat panas yang muncul ketika daya laser ditingkatkan hingga mendekati skala me(UCR News)

TIM fisikawan dari University of California, Riverside (UCR), berhasil mengembangkan instrumen optik baru yang dapat membantu observatorium gelombang gravitasi seperti Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO)  bekerja lebih baik. Penelitian ini dipimpin oleh Jonathan Richardson, asisten profesor fisika dan astronomi, dan dipublikasikan di jurnal Physical Review Letters.

Gelombang gravitasi adalah riak pada ruang-waktu yang timbul ketika benda-benda masif, seperti lubang hitam atau bintang neutron, bergerak cepat atau bertabrakan. Fenomena ini pertama kali diprediksi oleh Albert Einstein melalui teori relativitas umum. Namun, butuh waktu hampir 100 tahun hingga manusia benar-benar bisa mendeteksinya.

Sejak 2015, LIGO telah mencatat sekitar 200 peristiwa kosmik, sebagian besar berupa penggabungan dua lubang hitam. Ada juga peristiwa langka berupa tabrakan dua bintang neutron. Setiap kali gelombang gravitasi terdeteksi, para ilmuwan mendapatkan informasi baru mengenai sifat ruang-waktu dan objek ekstrem di alam semesta.

“Setiap kali kita bisa mengamati alam semesta dengan cara baru, selalu ada kemungkinan menemukan hal yang sama sekali tak terduga, sejarah astronomi membuktikan, setiap teknologi baru membuka jendela baru terhadap jenis objek yang sebelumnya tak terlihat,” jelas Richardson dikutip dari laman UCR.

Kekurangan yang Dimiliki LIGO Menghambat Penelitian Lebih Lanjut

LIGO adalah salah satu instrumen ilmiah terbesar di dunia. Alat ini berbentuk interferometer laser dengan panjang lengan 4 kilometer, yang terletak di dua lokasi berbeda: Washington State dan dekat Baton Rouge, Louisiana. Kedua detektor ini bekerja secara bersamaan untuk mendengarkan perubahan kecil di ruang-waktu.

Namun, meski sudah mencetak banyak temuan, kemampuan LIGO masih terbatas. Untuk melihat lebih jauh hingga ke masa awal alam semesta,bahkan sebelum bintang pertama terbentuk dibutuhkan daya laser lebih besar dari 1 megawatt. Sayangnya, LIGO saat ini belum bisa mencapai level tersebut, karena peningkatan daya laser justru menimbulkan panas yang menyebabkan distorsi pada cermin utama seberat 40 kilogram. Distorsi ini membuat hasil pengukuran menjadi kurang akurat.

Teknologi Optik Untuk Atasi Permasalahan pada LIGO

Untuk mengatasi masalah tersebut, Richardson dan timnya mengembangkan teknologi optik adaptif dengan presisi tinggi. Instrumen ini dirancang untuk memperbaiki distorsi pada cermin LIGO dengan cara memancarkan radiasi inframerah berkebisingan rendah langsung ke permukaan cermin.

Uniknya, instrumen ini dipasang hanya beberapa sentimeter di depan cermin utama dan menggunakan prinsip optik non-imaging, yaitu metode yang belum pernah digunakan dalam deteksi gelombang gravitasi sebelumnya. Dengan koreksi ini, LIGO bisa menangani daya laser yang jauh lebih besar tanpa kehilangan akurasi.

“Teknologi ini adalah prototipe pertama dari pendekatan baru yang benar-benar berbeda, kami percaya metode ini akan membuka jalan untuk meningkatkan kemampuan LIGO dan observatorium gelombang gravitasi generasi berikutnya,” jelas Richardson.

Cosmic Explorer

Salah satu rencana besar di masa depan adalah pembangunan Cosmic Explorer, sebuah observatorium gelombang gravitasi generasi baru di Amerika Serikat. Alat ini akan 10 kali lebih besar dari LIGO, dengan lengan interferometer sepanjang 40 kilometer. Jika terwujud, Cosmic Explorer akan menjadi instrumen ilmiah terbesar yang pernah dibuat manusia.

Dengan ukuran raksasa ini, para ilmuwan bisa “melihat” alam semesta ketika usianya baru sekitar 0,1 persen dari usia sekarang yang mencapai 14 miliar tahun. Artinya, observatorium ini mampu mengintip kondisi kosmos bahkan sebelum bintang pertama terbentuk. (UCR News/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |