Ini Saran Bagi Korban dan Pelaku Agar Lepas dari Perundungan Saat Dewasa

9 hours ago 1
Ini Saran Bagi Korban dan Pelaku Agar Lepas dari Perundungan Saat Dewasa Ilustrasi(Freepik)

PSIKOLOG klinis lulusan Universitas Indonesia Kasandra Putranto membagikan saran, baik bagi korban maupun pelaku perundungan, agar lepas dari jeratan perilaku yang menyakiti tersebut terutama saat kondisi itu terjadi di masa dewasa.

Bagi korban yang mengalami perundungan saat dewasa agar bisa terlepas dari jeratan perilaku tidak menyenangkan itu setidaknya ada empat hal yang bisa dilakukan mulai dari menciptakan batasan dan berani membela diri, kumpulkan bukti dan laporkan, cari dukungan profesional, serta hindari pemicu.

"Hal pertama yang perlu dilakukan adalah berani membela diri dan menciptakan batasan. Hadapi pelaku secara tegas dengan kontak mata langsung dan katakan bahwa perilaku mereka tidak dapat diterima," kata Kasandra, dikutip Selasa (21/10).

Saat membela diri, korban harus menghindari balas dendam atau kekerasan tapi tetap perlu membuat batasan jelas, seperti menghindari interaksi tidak perlu atau memblokir di media sosial.

Langkah kedua, agar perundungan tidak berlanjut ada baiknya korban dapat mengumpulkan bukti-bukti perundungan yang dilakukan oleh pelaku. Simpan bukti-bukti tersebut untuk kemudian dapat dilaporkan ke otoritas terkait.

Apabila terjadi di lingkungan kerja maka laporan bisa dilayangkan lewat HRD atau jika terjadi di institusi pendidikan bisa disampaikan melalui dekanat kampus, dan apabila sudah melibatkan ancaman yang berkaitan dengan hukum maka bisa dilaporkan ke Polri.

"Gunakan mekanisme pengaduan formal untuk memastikan pelaku mendapat sanksi dan efek jera," kata Kasandra.

Selanjutnya, bagi korban apabila mengalami trauma disarankan tidak mengisolasi diri dan diharapkan dapat mencari dukungan yang tepat dari jaringan sosial dan profesional.

Jaringan sosial terdekat dapat meliputi sahabat, keluarga, atau saksi lainnya untuk mendapatkan dukungan emosional.

"Jika diperlukan, konsultasikan dengan psikolog atau konselor untuk membangun rasa percaya diri dan mengatasi trauma," kata Kasandra.

Terakhir, korban bisa membangun ketahanan diri dengan melakukan beragam aktivitas yang bernilai positif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri.

Apabila ternyata kondisi perundungan masih berlanjut, ada baiknya korban juga mempertimbangkan untuk mengubah lingkungannya. Jika terjadi di institusi pendidikan korban bisa memilih untuk pindah kampus, atau jika terjadi di tempat kerja, maka korban bisa mencari tempat kerja yang baru.

Adapun untuk pelaku perundungan, menurut Kasandra tetap bisa lepas dari jeratan kebiasaan buruk tersebut dengan intervensi psikologis.

Beberapa intervensi psikologis yang disarankan bagi pelaku agar bisa lepas dari jeratan perundungan di antaranya konseling berbasis empati, anger management training, hingga terapi kelompok reflektif.

Untuk intervensi konseling berbasis empati, menurut Kasandra terapi ini bertujuan menumbuhkan empati dan tanggung jawab pribadi pada pelaku perundungan dan bukan rasa takut terhadap hukuman.

"Berdasarkan pendekatan Cognitive-Behavioral Therapy (CBT), intervensi ini mengajak pelaku mengidentifikasi pola berpikir merundung “itu hanya bercanda” atau dia pantas mendapatkannya” dan menggantinya dengan cara pandang yang lebih sehat," katanya.

Intervensi psikologis kedua adalah anger management training yang biasanya dilakukan kepada pelaku perundungan dengan kecenderungan
menyalurkan emosi negatifnya kepada korban.

"Intervensi ini melatih kemampuan mengendalikan emosi, berpikir sebelum bereaksi, dan menyalurkan energi secara konstruktif," tambah
Kasandra.

Terakhir ada intervensi berupa terapi kelompok reflektif. Terapi ini tercatat dalam buku Bullying and Harassment in the Workplace (2020) mengajak pelaku perundungan di dalam kelompok mendiskusikan alasan di balik perilaku menyakiti mereka kepada korban.

Para perilaku diajak untuk belajar mendengarkan pengalaman para korban dengan harapan bisa membangun empati sosial. Pendekatan ini sering digunakan terutama di lingkungan kerja.

Perilaku perundungan ternyata tidak berhenti di masa anak-anak atau pun remaja tapi juga tetap bisa terjadi di lingkungan sosial dewasa.

Hal ini dapat terjadi di antaranya karena adanya rasa superior pelaku terhadap korban, pengaruh pengalaman masa lalu pelaku perundungan, faktor sosial dan teman sebayanya, serta kurangnya edukasi terkait perundungan dan regulasi yang melindungi korban.

Baru-baru ini, terjadi kasus perundungan dalam bentuk olok-olok di media sosial yang dilakukan sejumlah mahasiswa dari Universitas Udayana kepada salah satu kolega mereka berinisial TAS, 22, yang meninggal dunia.

Olok-olok itu dinilai warganet Indonesia sebagai tindakan yang nirempati karena ditujukan pada korban yang mengakhiri nyawanya secara tragis.

Hal ini membuat sejumlah mahasiswa yang mengolok-olok TAS tersebut mendapatkan sanksi diberhentikan secara tidak hormat dari Universitas Udayana.

Universitas Udayana pun telah membuat tim investigasi untuk menelusuri kasus meninggalnya TAS, 22, yang diduga menjadi korban perundungan. (Ant/Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |