Ilustrasi(Freepik)
DOKTER spesialis anak dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS mengatakan bahwa protein hewani merupakan jenis zat yang mudah diserap oleh tubuh dan akan membantu anak tumbuh lebih optimal.
"Ada kepercayaan di masyarakat Indonesia, di kamar praktik saya, (orangtua pasien) bilang anaknya banyak makan sayur, itu yang harus diberi tahu bahwa itu salah, harus ada protein hewani," kata dokter yang akrab disapa Tiwi itu, dikutip Senin (3/11).
Dokter lulusan Universitas Indonesia itu menekankan bahwa protein hewani tidak melulu harus menggunakan bahan dengan harga yang cukup mahal seperti daging merah.
Orangtua dapat menggantinya dengan bahan yang lebih ekonomis seperti telur, ikan lele atau kembung.
Supaya penyerapannya lebih maksimal, berikan makanan yang mengandung vitamin C yang bisa didapatkan melalui sayur seperti tomat dan buah sebagai pencuci mulut berupa jeruk atau pepaya.
Ia menyampaikan bahwa protein hewani tidak hanya akan membantu tumbuh kembang anak, tetapi juga menghindarkan mereka dari kekurangan zat besi yang berujung pada anemia.
Sifat protein hewani yang mudah diserap oleh tubuh juga cocok terutama bagi anak-anak yang berumur masih di bawah 2 tahun.
Berbeda dengan sayuran seperti bayam yang meski baik untuk tubuh, proteinnya lebih sulit diserap.
"Anak-anak di bawah dua tahun pencernaannya itu masih belajar, jadi kita sebagai orangtua harus memberi makanan yang mudah diserap oleh
usus," kata dia.
Makanan yang diberikan pada anak juga disarankan mengikuti pola gizi seimbang yang menyertakan karbohidrat. Misalnya, menggunakan nasi, roti, kentang, ubi atau jagung. Orangtua dapat memberikan anak menu keluarga yang sama, tentunya dengan porsi yang lebih kecil.
"Anak-anak itu akan meniru orangtua, jadi sarapan yang paling baik adalah makanan yang lengkap," ujarnya.
Tiwi turut menekankan bahwa kecukupan zat besi yang bisa diperoleh dari protein hewani berperan besar untuk performa dan masa depan anak. Terlebih lagi Indonesia masih menduduki posisi ke-4 sebagai negara dengan prevalensi anemia tertinggi di Asia Tenggara.
Bahkan, sebuah survei juga menunjukkan bahwa 50% ibu tidak tahu bahwa kekurangan zat besi dapat berdampak pada kepintaran.
"Zat besi merupakan zat gizi mikro penting untuk mendukung kemampuan belajar seseorang. Jika kondisi tersebut dibiarkan akan berdampak
jangka panjang hingga dewasa," katanya.
Secara biomedis, zat besi adalah salah satu elemen yang membentuk inti kehidupan manusia. Hemoglobin pada sel darah merah yang menjadi kendaraan oksigen dan sejumlah gizi penting untuk tubuh, memiliki struktur besi yang krusial.
Ketika asupan zat besi tidak tercukupi, tubuh kehilangan kemampuan memproduksi hemoglobin yang cukup, menyebabkan otak kekurangan oksigen.
Efeknya bukan hanya pada fisik yang lemah, tetapi juga pada kapasitas kognitif. Kekurangan oksigen di otak menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, kecemasan, dan bahkan depresi.
Kondisi tersebut bisa membuat kebugaran dan ketangkasan berpikir menurun yang tentu saja bisa membuat prestasi belajar dan produktivitas kerja jadi menurun. (Ant/Z-1)


















































