Ilustrasi(Freepik)
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melakukan analisa internal terkait meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Ada lima faktor yang menurut analisa KemenPPPA terjadi penyebab peningkatan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pertama, faktor ekonomi yang dampaknya bisa merembet kemana saja mulai dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pendidikan, dan sebagainya," kata Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi dalam konferensi pers, Senin (27/10).
Oleh karena itu, mulai tahun depan, akan dibentuk jejaring mitra KemenPPPA yang bergerak di penguatan ekonomi, khususnya untuk ekonomi perempuan.
Arifah mencontohkan salah satu kerja sama yang dilakukan dengan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) dalam hal penguatan ekonomi.
Faktor yang kedua adalah pola asuh dalam keluarga. Ia menceritakan banyak orangtua yang curhat susah memberikan bimbingan pengasuhan kepada anak.
"Orangtua curhat kewalahan bagaimana menerapkan pola asuh. Untuk itu, kami sudah menjalin kerja sama perihal penguatan keluarga. Caranya dengan melakukan semacam parenting keluarga. Dengan penguatan ini, orangtua bisa menerapkan pola asuh yang tepat untuk membimbing anak-anaknya dengan situasi kondisi saat ini," ujar Arifah.
Faktor yang kedua tersebut terhubung dengan faktor yang ketiga yakni gadget.
Kemudian faktor yang keempat adalah faktor lingkungan. Arifah menjelaskan program Ruang Bersama Indonesia yang dijalankan kementeriannya bisa dijadikan salah satu solusi untuk penjagaan dari tingkat hulu kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Karena kami melihat hubungan antara satu anggota masyarakat dengan satu dengan yang lainnya sudah semakin berjarak karena adanya gadget," ucapnya.
Kemudian yang kelima adalah faktor budaya. Pernikahan usia anak ini juga menjadi salah satu penyebab tingginya dan angka kekerasan terhadap anak maupun terhadap perempuan.
Arifah menyebut pernikahan anak menjadi cikal bakal adanya kekerasan karena usianya belum matang, dan anak yang dilahirkan juga dalam kondisi yang kurang baik sehingga kurang gizi, stunting, dan sebagainya.
"Kemudian karena masih usia anak, kemudian menikah dan melahirkan anak maka harus mengasuh anak. Jadi anak menghasut anak," ucapnya.
Anak yang menikah belum pada waktunya tidak punya pengalaman yang mencukupi tentang pengasuhan anak. Selain itu kesempatan pendidikan juga semakin sempit, sehingga kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dalam meningkatkan ekonomi keluarga juga jadi terhambat karena tidak bisa menambah keterampilan. (Z-1)


















































