ilustrasi.(Antara.)
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Oktober 2025 sebesar 0,28% secara bulanan (month-to-month). Kenaikan ini menunjukkan adanya peningkatan indeks harga konsumen dari 108,74 pada September 2025 menjadi 109,04 pada Oktober 2025. Secara tahunan (year-on-year), inflasi tercatat sebesar 2,86%, sedangkan secara tahun kalender (year-to-date) mencapai 2,10%.
Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menjelaskan kelompok pengeluaran yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi bulanan adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan tingkat inflasi 3,05% dan andil 0,21%.
"Komoditas utama yang mendorong inflasi pada kelompok ini adalah emas perhiasan dengan andil 0,21%," ujarnya dalam konferensi pers Rilis BPS pada 3 November 2025, secara daring, Senin (3/11).
Komoditas emas perhiasan mencatat inflasi sebesar 11,97% dengan andil yang sama, yaitu 0,21% terhadap inflasi nasional. Kenaikan harga emas perhiasan tersebut menjadi yang tertinggi dalam 26 bulan terakhir secara berturut-turut.
Selain emas, beberapa komoditas lain juga turut menyumbang inflasi, seperti cabai merah dengan andil 0,06%, telur ayam ras 0,04%, dan daging ayam ras 0,02%.
Meskipun demikian, beberapa komoditas masih memberikan andil terhadap deflasi pada Oktober 2025. Bawang merah dan cabai rawit masing-masing menyumbang deflasi sebesar 0,03%, tomat sebesar 0,02%, serta beras, kacang panjang, dan cabai hijau masing-masing sebesar 0,01%.
Pudji menegaskan jika dilihat berdasarkan komponennya, seluruh komponen mengalami inflasi pada Oktober 2025. Inflasi bulanan sebesar 0,28 persen ini terutama didorong oleh inflasi komponen inti yang mencapai 0,39% dengan andil 0,25%.
"Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi pada komponen inti adalah emas perhiasan serta biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi" terangnya.
Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah mencatat inflasi sebesar 0,10% dengan andil 0,02%, terutama disebabkan oleh kenaikan harga sigaret kretek mesin (SKM) dan tarif angkutan udara. Komponen harga bergejolak juga mengalami inflasi sebesar 0,03% dengan andil 0,01% yang dipengaruhi oleh kenaikan harga cabai merah, telur ayam ras, dan daging ayam ras.
Berdasarkan sebaran wilayah, terdapat 26 provinsi yang mengalami inflasi dan 12 provinsi yang mengalami deflasi.
"Inflasi tertinggi tercatat di Provinsi Banten sebesar 0,57%, sedangkan deflasi terdalam terjadi di Papua Pegunungan sebesar 0,92%," kata Pudji.
Secara historis, selama periode Oktober 2021 hingga 2025, bulan Oktober selalu mencatat inflasi kecuali pada tahun 2022 yang mengalami deflasi. Inflasi pada Oktober 2025 menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Komoditas emas perhiasan kembali menjadi penyumbang utama inflasi, sama seperti pada Oktober 2024.
Berdasarkan tren historis, komoditas yang paling sering mendorong inflasi di bulan Oktober berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang termasuk dalam komponen harga bergejolak. (Ins/P-3)


















































