Ilustrasi(Dok Freepik)
INSTITUTE for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD agar berhati-hati dalam merumuskan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Pembatasan berlebihan dalam penjualan rokok dinilai berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi dan menekan sektor informal di ibu kota. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai pasal-pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan, tempat bermain anak, hingga pasar tradisional mengabaikan realitas ekonomi rakyat kecil.
"Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah,” ujarnya melalui keterangannya, Selasa (4/11).
Rizal juga menyoroti potensi hilangnya hingga 50% pendapatan daerah dari sektor pertembakauan, sebagaimana diakui oleh Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD DKI Jakarta. Menurutnya, hal itu menjadi sinyal fiskal serius bagi Pemprov DKI yang kini tengah menghadapi efisiensi transfer dana dari pusat.
"Jadi bukan langsung memangkas sumber penerimaan tanpa pengganti yang siap. Raperda KTR seharusnya mengedepankan keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Ia mendorong agar pembahasan Raperda KTR dilakukan dengan pendekatan yang adaptif dan proporsional, tidak semata represif.
"Kebijakan yang efektif adalah yang berfokus pada edukasi dan kawasan publik bebas rokok, namun tetap memberi ruang legal bagi usaha mikro agar kebijakan ini inklusif dan tidak menimbulkan eksklusi ekonomi baru,” tutur Rizal.
Sebelumnya, Ketua Pansus Raperda KTR DPRD DKI Jakarta Farah Savira memastikan pembahasan Raperda telah rampung di tingkat Pansus dan segera diserahkan ke Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) untuk dibahas di rapat pimpinan.
"Per hari ini, tanggal 30 Oktober, kami bersama Pansus tuntaskan pembahasan di level Pansus, menghasilkan 27 pasal dan 9 bab. Setelah ini akan kami serahkan ke Bapemperda dan Rapim, lalu difasilitasi Kemendagri sebelum paripurna,” ujar Farah.
Ia menegaskan bahwa aturan pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter tetap dipertahankan dalam draf Raperda.
“Jadi secara aturan kita menegaskan tidak, tapi nanti kalau secara persyaratan dan penegasan di Pergub itu juga bisa,” katanya.
Sementara, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta menolak keras pasal-pasal pelarangan dalam Raperda tersebut. Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah APPSI DKI Jakarta, Ngadiran, menilai kebijakan itu berpotensi mematikan usaha kecil di pasar-pasar rakyat.
"Saat ini, rata-rata omzet pedagang pasar sudah turun sampai 60%. Semua pelarangan dalam Raperda KTR itu sangat menyusahkan pedagang kecil, pengecer, asongan, dan lainnya. Kami minta betul-betul agar pasal tersebut dibatalkan,” tegasnya. (E-4)


















































