Imparsial: Sejumlah Muatan RUU Polri Ancam Keseimbangan Demokrasi dan HAM

1 week ago 15
 Sejumlah Muatan RUU Polri Ancam Keseimbangan Demokrasi dan HAM Ilustrasi.(MI)

PENELITI Senior Imparsial dan Ketua Badan Harian Centra Initiative, Al Araf mengatakan RUU Polri memuat sejumlah materi yang bermasalah dan akan memundurkan konteks penegakan hukum di dalam masyarakat. 

Al Araf menilai pasal terbaru dalam RUU Polri yang memperbolehkan intelijen kepolisian melakukan penyadapan tanpa melalui izin pengadilan, dapat mengancam keseimbangan demokrasi, negara hukum, dan HAM. Dikatakan bahwa penyadapan tetap harus melalui mekanisme kontrol dengan mendapatkan izin dari pengadilan.

“Ini melanggar putusan MK (Mahkamah Konstitusi), penyadapan harus melalui izin ketua pengadilan karena penyadapan harusnya ada mekanisme kontrol,” ujar Al Araf dalam Diskusi Publik Koalisi Masyarakat Sipil Universitas Brawijaya seperti dilansir pada Minggu (2/3).

Selain itu, Al Araf mengatakan pelaksanaan operasi penyadapan tanpa melalui izin pengadilan juga akan berdampak pada rusaknya prinsip check and balances pada sistem demokrasi Indonesia. 

“Di dalam undang-undang negara, mekanisme penyadapan BIN saja harus melalui mekanisme pengadilan, penyadapan terorisme oleh Densus juga harus melalui izin ketua pengadilan. Hal itu untuk memastikan ada check and balance,” katanya. 

Al Araf menekankan bahwa pada dasarnya, operasi penyadapan oleh lembaga penegak hukum adalah suatu tindakan yang ilegal dan secara pasti akan melanggar hak-hak warga, namun hal tersebut menjadi absah apabila telah melalui persetujuan persidangan. 

“Tetapi penyadapan ini diperbolehkan untuk kepentingan penegakan hukum dengan syarat tertentu. Oleh karena itu, harus dikontrol dengan cara harus izin dari ketua pengadilan negeri,” ungkap Al Araf.

Selain itu, Al Araf juga menyoroti adanya “suntikan baru” dan penambahan wewenang kepolisian dalam RUU Polri. Amunisi baru itu kata Al Araf berpotensi akan mengubah peran Polri yang seharusnya bertugas melindungi keamanan masyarakat, justru menjadi institusi yang akan berperan dalam keamanan negara. 

“Polri memiliki fungsi untuk penegakan hukum, perlindungan pengayoman dan pelayanan masyarakat jadi lebih menekankan pada aspek keamanan individu yang harus dijaga. Tetapi faktanya, catatan terhadap RUU Polri justru menggeser paradigma di mana Polri akan bisa menjalankan tugas berbagai macam untuk kepentingan nasional dan keamanan nasional,” katanya. 

Al Araf menilai materi dan diksi “keamanan nasional” yang termuat dalam pasal 14 ayat 1 RUU Polri tersebut merupakan salah kaprah yang sesat dan bisa menimbulkan bentrokan antara fungsi militer dan kepolisian.  

“Baru kali ini saya membaca diksi ‘keamanan nasional’ di UU Polri. Padahal di dalam UU yang lama, tidak ada diksi keamanan nasional. Sehingga Polri seperti ingin mengisi peran dalam konstruksi keamanan nasional, itu salah dan keliru karena konsep Polri dalam konteks keamanan dan kamtibmas itu harusnya mengurus keamanan individu bukan keamanan nasional,” tuturnya.

Al Araf menilai, jika Polri tetap menggunakan diksi keamanan nasional dalam perannya pada RUU Polri, maka fase baru jika RUU Polri disahkan akan berdampak pada revisi UU tentang Keamanan Nasional. 

“DPR dan pemerintah pasti akan membuat rancangan RUU Keamanan Nasional yang sebenarnya itu selalu ditolak oleh masyarakat sipil selama 15 tahun ini. Memangnya kita mau memiliki rezim undang-undang yang represif lagi? Kita tidak mau ini terjadi hanya karena kesalahan dalam mengartikan peran Polri pada tataran konsep,” tukasnya. 

Selain itu, Al Araf juga menekankan bahwa RUU Polri akan mengubah kepolisian menjadi institusi superbody. Runyamnya, revisi itu juga tidak dibarengi dengan penguatan mekanisme kontrol (oversight mechanism) dan pengawasan, sehingga sangat rentan terjadi penyalahgunaan kewenangan. 

“Dengan kewenangan yang ada saja, penyimpangan terus terjadi. Lalu ketika kewenangan ditambah lagi, maka kita akan mengasumsikan potensi penyimpangan akan terus bertambah karena peningkatan kewenangan tidak dibarengi dengan penguatan pengawasan,” pungkasnya. (Dev/P-3) 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |