SPPG di Bandung Barat yang dihentikan akibat keracunan MBG.(Dok. MI)
PEMKAB Bandung Barat menghentikan sementara operasional tiga dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) penyuplai Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas. Penghentian tiga SPPG dilakukan usai terjadinya kasus keracunan MBG pada ratusan siswa.
Ketiga SPPG itu di antaranya di Kampung Cipari, Desa Cijambu, Cipongkor, lalu SPPG Kampung Pasirsaji, Desa Negalsari, Cipongkor dan SPPG di Desa Mekarmukti, Cihampelas.
Keputusan itu diambil menyusul keracunan MBG yang menyerang ratusan siswa. Diketahui, ketiga SPPG tersebut selama ini menyuplai MBG ke sekolah serta ibu hamil dan menyusui.
"Tiga SPPG bermasalah di Cipongkor dan Cihampelas dihentikan sementara. Sedangkan SPPG lain masih kami evaluasi," kata Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail di Cipongkor, Jumat (26/9).
Meski ada kejadian keracunan massal, pihaknya akan tetap melanjutkan program MBG yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Jeje menilai, MBG memiliki manfaat untuk pememuhan gizi anak dan meringankan beban orang tua.
"Tidak menghentikan program, tapi melakukan perbaikan sehingga ke depannya tidak terulang kembali peristiwa keracunan," ujarnya.
Jeje menyebut, ada 200 ribu siswa Bandung Barat terbantu program MBG dan orangtua juga merasakan manfaatnya. Jangan karena ada kasus, berdampak pada dapur lain yang sudah berjalan.
Pemkab Bandung Barat telah menetapkan peristiwa keracunan massal akibat Makan Bergizi Gratis di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Ditempat yang sama, Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal bertemu dengan Kepala SPPG di Desa Cijambu. Hasil investigasi sementara, diduga keracunan berasal dari bahan baku ayam yang sudah tidak segar.
SPPG tersebut merupakan pihak yang memproduksi 3.567 paket MBG hingga menyebabkannya 411 siswa di Kecamatan Cipongkor mengalami keracunan pada Senin (22/9) lalu.
Pihaknya akan menindaklanjuti temuan ini dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, BPOM, hingga melibatkan kepolisian.
"Nanti diibatkan Kementerian Pertanian, Kemenkes, BPOM, bahkan kepolisian. Kita lakukan investigasi, tapi secara umum yang bertanggungjawab atas kasus ini BGN. Cuma investigasi kita lakukan menyeluruh," ungkap Cucun.
Hasil investigasi akan menentukan ada atau tidaknya unsur kelalaian, apakah dilakukan secara sengaja atau kemungkinan sabotase hingga faktor lain yang tidak diprediksi petugas dapur.
"Sanksi akan ditentukan nanti. Jika ada unsur kesengajaan apalagi sabotase jelas pidana. Kalau tidak ada unsur tersebut, sanksi paling administrasi atau penutupan," ucapnya.
Cucun mengingatkan pihak yang terlibat dalam program MBG tidak mencari keuntungan dengan menurunkan kualitas bahan baku. Jika pengelola MBG menerima bahan tak layak, sebaiknya segera ditolak untuk mencegah kejadian serupa.
"Ahli gizi juga jangan datang di ujung, tapi dari mulai proses awal pemasakan dia harus terlibat, mencicipi, memastikan clear. Kan yang paham itu makanan aman dan bergizi itu mereka," tuturnya.
Cucun menilai, pihak SPPG juga dianggap melakukan pelanggaran standar operasional produksi. Dimana proses memasak dianggap terlalu dini yakni mulai pukul 11 malam.
"Jarak antara proses memasak dengan jadwal konsumsi siswa dinilai terlalu lama. Idealnya, waktu produksi produk MBG dengan jadwal konsumsi tidak lebih dari 4 jam," tambahnya.
Sementara itu, Kepala SPPG Yayasan Rajib Putra Barokah, Ikbal Maulana Ramadan menyatakan akan mengevaluasi sajian MBG setelah menyebabkan keracunan massal.
Ikbal mengaku, proses produksi tidak pernah mengalami masalah sejak dipercaya untuk memproduksi sajian MBG. Ia yakin daging ayam yang diduga jadi penyebab keracunan masih dalam keadaan segar ketika tiba di dapur.
"Tidak ada masalah, karena metode masak dari kejadian senin ditarik ke dua minggu ke belakang itu sama metodenya, dan jamnya sama," ucap Ikbal. (H-3)


















































