Ilustrasi(Unsplash)
UNTUK pertama kalinya, ilmuwan berhasil merekam aktivitas otak mamalia yang sedang bernavigasi di alam bebas. Di habitat asli dan bukan di laboratorium.
Penelitian dilakukan terhadap sekelompok kecil kelelawar buah yang terbang bebas di langit Pulau Latham, lepas pantai Tanzania. Saat para kelelawar itu melayang di udara, otak mereka direkam secara real time menggunakan perangkat mini berteknologi tinggi.
Pulau Latham, Lokasi Ideal untuk Uji Terbang
Pulau kecil ini terletak sekitar 40 kilometer dari pesisir Tanzania. Luasnya hanya sebanding dengan tujuh lapangan sepak bola dan nyaris tanpa manusia, bangunan, atau pepohonan tinggi, kondisi yang membuatnya sempurna untuk riset.
Tim ilmuwan dari Weizmann Institute of Science memilih pulau itu karena cukup liar untuk penelitian alami, namun masih bisa dikendalikan secara logistik. Mereka membangun laboratorium sementara di Central Veterinary Institute Tanzania, lalu memasang perangkat GPS dan perekam otak terkecil di dunia pada enam kelelawar buah lokal.
Hadapi Badai hingga Temuan Mengejutkan
Ekspedisi ini sempat tertunda karena badai tropis Cyclone Freddy, salah satu yang terlama tercatat dalam sejarah. Setelah cuaca membaik, para kelelawar dilepaskan setiap malam untuk terbang hingga 50 menit.
Selama penerbangan, lebih dari 400 neuron di otak mereka aktif, khususnya yang terkait dengan kemampuan navigasi. Hasilnya mengungkap “kompas internal” yang selalu menunjuk ke arah tertentu, seperti utara atau selatan, di mana pun kelelawar berada di pulau itu.
“Kami menemukan bahwa kompas di otak kelelawar bersifat global dan seragam, di mana pun posisinya, sel-sel tertentu selalu menunjuk ke arah yang sama,” ujar Prof. Nachum Ulanovsky dari Departemen Ilmu Otak, Weizmann Institute.
Kelelawar Mengandalkan Penglihatan, Bukan Medan Magnet
Berbeda dengan burung yang menggunakan medan magnet Bumi untuk bernavigasi, kelelawar ternyata tidak melakukannya. Kompas otak mereka baru stabil setelah beberapa malam.
“Kami mengamati proses pembelajaran bertahap hingga pada malam ketiga, orientasi kompas kelelawar menjadi stabil,” kata Ulanovsky. “Hal ini menunjukkan mereka tidak menggunakan medan magnet.”
Para peneliti menduga kelelawar menggunakan landmark visual seperti tebing dan batu besar sebagai panduan utama. Menariknya, bulan dan bintang ternyata tidak berpengaruh besar dalam orientasi mereka, meskipun mungkin membantu pada tahap awal penyesuaian arah.
Implikasi bagi Riset Otak Manusia
Sel-sel otak yang berfungsi sebagai “penunjuk arah” ini juga ditemukan pada mamalia lain, termasuk manusia. Penemuan ini memberi petunjuk penting tentang bagaimana otak manusia mengenali arah dan ruang, serta bagaimana sistem itu bisa terganggu pada penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
“Meneliti navigasi pada mamalia membantu kami memahami mekanisme orientasi pada otak manusia,” ujar Ulanovsky. “Temuan ini menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa menggantikan uji lapangan di alam nyata.” (Earth/Z-2)


















































