Ilustrasi(freepik)
KEMAJUAN kecerdasan buatan (AI) kini memasuki ranah bioteknologi. Sekelompok ilmuwan baru-baru ini berhasil menggunakan AI untuk menciptakan virus baru dari nol. Pencapaian yang membuka potensi besar, namun juga memunculkan kekhawatiran serius tentang keamanan biologis global.
Virus yang dikembangkan ini bukan jenis yang menyerang manusia, melainkan bakteriofag, atau virus yang menyerang bakteri. Tim peneliti memastikan model AI mereka tidak dapat merancang virus yang menular ke manusia, hewan, maupun tumbuhan. Tujuan riset ini adalah untuk menemukan alternatif baru dalam melawan bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
Tembus Sistem Keamanan
Namun, di sisi lain, studi terpisah yang dilakukan tim peneliti dari Microsoft menunjukkan bahwa AI juga mampu melewati sistem keamanan yang dirancang untuk mencegah pembuatan senjata biologis. Dalam laporan yang diterbitkan di jurnal Science pada 2 Oktober 2025, para peneliti mengungkapkan bahwa AI bisa menipu perangkat lunak penyaringan yang digunakan untuk mendeteksi dan menolak pesanan molekul beracun.
“Model AI kini cukup cerdas untuk mengakali sistem pengawasan,” ujar Eric Horvitz, Chief Science Officer Microsoft. Setelah menemukan celah keamanan ini, timnya segera merilis pembaruan perangkat lunak untuk menutup potensi penyalahgunaan. Meski demikian, mereka mengakui sekitar 3% urutan gen berbahaya masih bisa lolos dari deteksi.
Fenomena ini menyoroti apa yang disebut para ahli sebagai “dual-use problem”. Di mana teknologi yang bermanfaat juga berpotensi digunakan untuk tujuan jahat. Contohnya, riset genetik yang bertujuan memahami penyebaran virus bisa saja disalahgunakan untuk merekayasa patogen berbahaya.
Menurut Sam King dan Brian Hie dari Universitas Stanford, yang memimpin penelitian virus baru ini, metode yang mereka gunakan masih sangat kompleks dan tidak dapat digunakan sembarangan. “Membangun virus dengan AI saat ini memerlukan keahlian tinggi dan waktu lama. Risiko penyalahgunaan justru lebih mudah lewat metode lama,” jelas King.
Regulasi
Meski begitu, para ahli menegaskan pentingnya regulasi dan sistem keamanan berlapis untuk mencegah penyalahgunaan AI di bidang bioteknologi. Mereka menyerukan agar perusahaan, lembaga riset, dan pemerintah bekerja sama memperkuat pengawasan terhadap sintesis genetik berbasis AI.
“Kita belum sampai di titik di mana AI bisa menciptakan kehidupan baru yang berbahaya,” kata Tina Hernandez-Boussard dari Stanford University. “Namun, dengan kecepatan perkembangan teknologi ini, dunia harus bersiap sebelum risiko itu menjadi nyata.” (Live Science/Z-2)


















































