
Ikatan Jurnalis Peduli Satwa (IJPS) Jawa Barat (Jabar), mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk memperhatikan keselamatan sekitar 710 satwa yang ada di kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo. Sejak konflik terjadi Bandung Zoo ditutup dan ini sudah berlangsung lebih dari satu bulan.
“Penutupan Bandung Zoo hingga batas waktu yang belum pasti memunculkan perdebatan panjang, terutama terkait dengan pemeliharaan dan pakannsatwa. Kebijakan yang lahir di tengah sengketa pengelolaan kami nilai terburu-buru dan mengabaikan nasib lebih dari 710 satwa yang bergantung pada keberlangsungan operasional Bandung Zoo,” ungkap Koordinator IJPS Jabar Surya Dharma Adiwilaga kemarin.
Menurut Surya, IJPS Jabar menilai langkah Pemkot Bandung bukan hanya persoalan administratif, tetapi menyentuh sisi paling fundamental yakni kesejahteraan satwa. Satwa bukan sekadar objek hiburan, melainkan makhluk hidup yang dilindungi undang-undang. Pemerintah seharusnya menempatkan konservasi sebagai prioritas utama, bukan kepentingan politik atau sengketa hukum.
“Satwa tidak bisa menunggu proses hukum yang berlarut-larut. Mereka butuh makan, butuh sehat dan butuh hidup hari ini. Menutup akses operasional kebun binatang justru mengganggu distribusi pakan, kesehatan dan proses reproduksi satwa,” bebernya.
Dalam catatan IJPS Jabar kata Surya, Bandung Zoo merupakan lembaga konservasi resmi yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990.
Intervensi sepihak dengan menunjuk pihak ketiga tanpa mekanisme hukum yang jelas justru berpotensi memperkeruh situasi.
“Saya menilai keputusan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, mendukung penutupan operasional hingga sengketa selesai tidak sejalan dengan semangat konservasi. Satwa adalah titipan negara. Menjadikan satwa korban konflik kepentingan adalah bentuk pengabaian terhadap amanah konstitusi. Pemkot semestinya bersikap bijak, bukan menambah masalah baru,” tegasnya.
DESAK PEMKOT BANDUNG
IJPS Jabar mendesak agar Pemkot Bandung segera membuka kembali operasional Bandung Zoo, menghentikan intervensi di luar regulasi konservasi, serta berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hanya dengan langkah itu, kesejahteraan satwa dapat terjamin, sementara konflik hukum tetap bisa berjalan pada jalurnya.
Keprihatinan akan nasib dan keselamatan satwa juga datang dari Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (Apecsi) yang sangat menyayangkan
penutupan operasional Bandung Zoo, karena ini akan berdampak terhadap kesejahteraan satwa yang ada di kebun binantang tersebut.
“Sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi Bandung Zoo saat ini, kami telah mengajukan surat terbuka kepada Direktorat Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Satyawan Pudyatmoko dengan tembusan Menteri Kehutanan dan jajarannya, Kapolri dan jajarannya, teman media dan member Apecsi untuk atensi,” terang Koordinator Apecsi, Singky Soewadji.
IMBAU PIHAK BERWENANG
Menurut Singky, sebagai komunitas independent non profit, Apecsi menghimbau kepada pihak instansi terkait termasuk Polri juga Kejaksaan
dan pihak yang melakukan penyegelan atau penutupan, agar segera membuka dan mengizinkan operasional Bandung Zoo bisa segera berjalan kembali, normal seperti sedia kala. Mengingat ada ribuan satwa liar yang di lindungi akan terkena dampak dan satwa tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kasus sengketa yang terjadi.
“Kami juga menyayangkan steatmen Wali Kota Bandung Muhammad Farhan yang seakan menggunakan wewenangnya, mendukung penutupan tersebut hingga kasus sengketa selesai, dengan tanpa memikirkan nasib ribuan satwa liar yang di lindungi yang berada di Bandung Zoo,” ucapnya.
Bahkan lanjut Singky, mengintervensi pengelolaannya dengan pihak ke tiga, yaitu Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang kualitas management
pengelolahannya tidak lebih baik dari Bandung Zoo, apa lagi Kebun Binatang Ragunan. Kebun Binatang adalah Lembaga konservasi, tidak boleh di campur adukkan dengan kepentingan pribadi, politik maupun bisnis.
“Kami berharap pihak Departemen Kehutanan atas nama pemerintah, yang memiliki hak penuh terhadap satwa liar yang di lindungi, segera memberi attensi. Karena sesuai peraturan dan undang - undang, satwa liar itu statusnya milik negara dan keberadaannya di sebuat Kebun Binatang (Lembaga Konservasi) statusnya adalah di titipkan untuk pemanfaatan,” paparnya.
PEMKOT KEUKEUH
Menyikapi hal ini, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan Pemkot Bandung tetap keukeuh pada pendiriannya, bahkan akan mengambil langkah tegas, seperti melakukan kerja sama dengan Ragunan dan juga dengan Kebun Binatang Surabaya, khususnya untuk pengelolaan animal welfare. Hanya saja, Farhan mengaku belum mengetahui secara pasti bentuk kerjasamanya seperti apa, karena hingga saat ini perjanjian itu belum selesai.
“Saya tegaskan selama dispute atau perselisihannya belum selesai, Bandung Zoo tidak akan dibuka. Pemkot Bandung sudah memberikan ketegasan sesuai dengan amanat yang telah diberikan oleh Kejaksaan Tinggi bahwa semua yang disita dipinjampakaikan kepada Pemkot Bandung,” paparnya.
Atas hal tersebut, lanjut Farhan, sejak 6 Agustus 2025 Bandung Zoo ditutup operasionalnya hingga kini dan pihak-pihak yang tidak punya
legal standing di lahan milik Pemkot Bandung, tidak boleh mengambil keuntungan ekonomi lagi. Apalagi hingga saat ini, pengelola masih
memiliki tunggakan ke Pemkot Bandung, sehingga upaya penagihan terus dilakukan karena masih ada hutang sekitar Rp59 miliar dan mereka baru membayar Rp1,7 miliar.
“Sedangkan terkait dengan pakan satwa itu menjadi tanggungjawab dari yayasan dan tanggung jawab dari BKSDA, saya tentu mengharapkan bahwa hal ini bisa terus kita jaga dalam kerangka animal welfare,” sambungnya. (E-2)