Hagia Sophia: Sejarah, Keajaiban Arsitektur, dan Warisan Lintas Zaman di Istanbul

3 hours ago 2
 Sejarah, Keajaiban Arsitektur, dan Warisan Lintas Zaman di Istanbul Jelajahi Hagia Sophia, ikon Istanbul yang berusia 1.500 tahun. Dari gereja Bizantium hingga masjid Ottoman. (freepik)

BAGI siapa pun, baik seorang beriman maupun sekadar wisatawan, mengunjungi Hagia Sophia merupakan sebuah pengalaman spiritual. Keindahan arsitekturnya, yang awalnya dibangun sebagai gereja tahun 537 M sebelum berubah fungsi menjadi masjid pada 1453, menghadirkan kesan agung seakan-akan ruang di dalamnya meluas tanpa batas begitu langkah pertama memasuki bangunan ini.

Keajaiban akustik membuat bisikan kecil terdengar seperti gema doa kuno yang melayang ringan di udara. Hiasan-hiasan seni di dalamnya menjadi bukti nyata pertemuan lintas keyakinan. Mosaik Kristen yang menggambarkan para santo serta kaisar Bizantium berdiri berdampingan dengan kaligrafi Islam (Hüsn-i Hat) berupa lingkaran besar yang menampilkan nama Allah, Nabi Muhammad, dan empat khalifah pertama.

Kini, Hagia Sophia tidak hanya berfungsi sebagai salah satu masjid paling menakjubkan di dunia, tetapi juga sebagai monumen budaya, simbol peradaban, dan warisan sejarah yang melintasi zaman.

Dari gereja agung ke masjid

Hagia Sophia yang berdiri hari ini dibangun pada abad ke-6, ketika Konstantinopel (sekarang Istanbul) menjadi pusat Kekaisaran Bizantium Kristen Ortodoks, seiring melemahnya dominasi Romawi Kuno. Kota ini menjadi jantung kekuasaan yang membentang luas dari Spanyol, Libya, Mesir, hingga Anatolia, sebelum akhirnya jatuh ke tangan Ottoman pada 1453.

Bangunan ini bukanlah konstruksi pertama di lokasi tersebut. Sebelumnya, dua gereja pernah berdiri di atas situs yang konon dulunya merupakan bekas kuil pagan. Gereja pertama dibangun masa Kaisar Konstantinus Agung, pendiri Konstantinopel, dan diresmikan putranya, Konstantius II, pada 360 M. Disebut Magna Ecclesia atau "Gereja Besar," bangunan ini dihancurkan oleh kerusuhan umat Kristen sendiri.

Gereja kedua dibangun Kaisar Theodosius II pada 415 M. Tetapi musnah dilalap api pada 532 M saat kerusuhan besar, Pemberontakan Nika, melanda kota. Setelah itu, Kaisar Justinianus I mengambil langkah ambisius, ia membangun kembali Hagia Sophia dalam bentuk yang jauh lebih besar dan megah.

Menurut catatan yang muncul dalam Ensiklopedia Istanbul karya Resad Ekrem Koçu, Justinianus bertekad membangun rumah ibadah yang lebih menakjubkan daripada Kuil Solomon di Yerusalem, tempat legendaris Tabut Perjanjian. Ia memerintahkan para gubernurnya untuk mengirimkan artefak kuno terbaik dari seluruh penjuru kekaisaran guna menghiasi bangunan barunya.

Legenda menyebutkan bahwa ketika Justinian pertama kali memasuki Hagia Sophia, ia menengadah ke langit sambil bersyukur kepada Tuhan dan berteriak, “Aku telah melampauimu, Solomon!” 

Namun, banyak sejarawan seperti Sedat Bornoval? meragukan kebenaran kisah ini, sebab catatan sejarawan kontemporer Procopius, yang terkenal kritis terhadap Justinian tidak pernah menyinggung hal tersebut. Meski begitu, Procopius tetap menulis tentang Hagia Sophia dengan penuh kekaguman.

Pembangunan gereja ini dilakukan segera setelah kerusuhan Nika dan kabarnya menghabiskan biaya setara dengan miliaran dolar jika dihitung dengan nilai sekarang. Beberapa catatan menyebut angkanya mencapai 15.000–20.000 pon emas. Untuk membiayai proyek raksasa ini, Justinian diyakini menyita harta lawan politiknya sekaligus menaikkan pajak.

Hagia Sophia bertahan sebagai pusat utama Gereja Ortodoks Bizantium selama hampir 1.000 tahun. Namun, pada 1453, Sultan Mehmed II berhasil menaklukkan Konstantinopel. Sebagai simbol supremasi Islam sekaligus pewarisan tahta Romawi, ia mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, tanpa mengganti namanya. 

Kata “Hagia Sophia” sendiri dalam bahasa Yunani berarti “Kebijaksanaan Suci,” bukan nama seorang santo Kristen.

Tradisi kemudian terbentuk, setiap sultan Ottoman melaksanakan salat Jumat pertama mereka di Hagia Sophia setelah naik takhta, menjadikannya pusat spiritual sekaligus politik. Mehmed II bahkan menyandang gelar Kaisar Romawi (Qaisar-i Rum), yang dipertahankan para penerusnya hingga runtuhnya kekhalifahan pada 1922.

Antara legenda dan fakta

Hagia Sophia juga dikelilingi berbagai mitos. Salah satunya menceritakan bahwa ketika kubah utama retak akibat gempa besar, perbaikan dilakukan dengan adukan “suci” yang terdiri dari tanah Mekah, air Zamzam, dan bahkan air liur Nabi Muhammad ketika masih kecil. Kisah ini jelas legenda, tetapi mitos semacam ini memperkuat ikatan emosional masyarakat terhadap bangunan tersebut, menjadikannya bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga simbol identitas.

Pelestarian, perubahan, dan kontroversi

Selama berabad-abad, Hagia Sophia berhasil bertahan dari gempa bumi, kerusuhan, pendudukan, dan peralihan kekuasaan. Dinasti Ottoman sendiri berperan dalam menjaga bangunan ini. Walau sempat ada larangan seni figuratif dalam Islam, Sultan Mehmed tidak memerintahkan mosaik Kristen ditutupi. Baru pada masa Sultan Suleiman, sekitar satu abad kemudian, mosaik tersebut dilapisi plester.

Setelah berdirinya Republik Turki pada 1923, Mustafa Kemal Atatürk menjadikan Hagia Sophia sebagai simbol sekularisme. Pada 1935, bangunan ini resmi beralih fungsi dari masjid menjadi museum. Renovasi besar dilakukan, termasuk membuka kembali mosaik Bizantium yang sebelumnya tersembunyi.

Pada 2020, statusnya kembali berubah menjadi masjid, memicu kontroversi internasional. Mulai 2024, bagian galeri lantai dua difungsikan sebagai museum sehingga wisatawan tetap dapat melihat mosaik-mosaik Bizantium saat jam kunjungan, sementara pencahayaan khusus digunakan untuk menutupinya saat ibadah berlangsung.

Kini, Hagia Sophia tetap menjadi destinasi wisata internasional. Seperti masjid-masjid megah lainnya di Istanbul, bangunan ini terbuka untuk umum. Meski tiket masuk seharga 25 euro yang diberlakukan pada 2024 sempat menuai kritik, proyek restorasi besar untuk memperkuat kubah utamanya resmi dimulai pada 2025. 

Restorasi ini diharapkan menjadi upaya konservasi paling komprehensif dalam hampir 1.500 tahun sejarahnya, memastikan “Kebijaksanaan Suci” tetap berdiri sebagai warisan peradaban lintas zaman. (CNN/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |