Gobel: Tiga Hal untuk Lindungi Konsumen Indonesia

5 hours ago 2
 Tiga Hal untuk Lindungi Konsumen Indonesia Rachmat Gobel (kanan) dalam Fokus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terpumpun) yang diadakan Fraksi Partai Nasdem DPR RI.(Dokpri)

KETUA Kelompok Fraksi Partai Nasdem di Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, mengingatkan ada tiga hal yang harus masuk ke dalam UU Perlindungan Konsumen

"Tiga hal itu harus masuk jika ingin konsumen Indonesia terlindungi dari produk yang dibelinya," katanya, Senin, 19 Mei 2025.

Gobel menyampaikan hal itu saat membuka Fokus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terpumpun) yang diadakan Fraksi Partai Nasdem DPR RI. Diskusi tersebut bertema RUU Perlindungan Konsumen: Memperkuat Lembaga, Menegakkan Perlindungan Warga Negara. 

Saat ini DPR RI sedang membahas RUU Perlindungan Konsumen yang akan memperbaiki UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Diskusi menghadirkan pembicara Asep Wahyuwijaya (anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Nasdem), Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Moga Simatupang, Guru Besar FEB UI Rizal Edy Halim, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN) Muhammad Mufti Mubarok, Ketua YLKI Niti Emiliana, dan anggota Dewan Pakar Partai Nasdem Silverius Yoseph Soeharso.

Adapun tiga hal yang harus masuk dan menjadi inti UU Perlindungan Konsumen tersebut adalah melindungi keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen. Sebagai contoh, katanya, jika aspek kesehatan tak terlindungi, konsumen bisa terganggu kesehatannya, bahkan bisa berujung pada kematian. 

Ini berarti investasi sumber daya manusia menjadi terganggu dan biaya kesehatan pun akan naik. "Selain ada kerugian kualitatif, juga ada kerugian kuantitatif. Berapa biaya negara dan biaya masyarakat yang tersedot," kata Gobel.

Selain itu, kata Gobel, produk yang dibeli konsumen, selain pangan, harus bernilai aset bagi konsumen. "Jadi, suatu saat, setelah produk tersebut dipakai, masih bisa dijual lagi. Jadi tetap memiliki nilai ekonomi. Ini berarti produk tersebut harus berkualitas," katanya. 

Hal ini ia sampaikan karena ada kecenderungan pemerintah membiarkan beragam produk impor bisa masuk ke Indonesia tanpa memperhatikan kualitasnya. "Mulai dari yang KW hingga barang bekas. Ini sungguh memprihatinkan," katanya.

Gobel juga mengingatkan bahwa RUU Perlindungan Konsumen harus memasukkan aspek moral dan budaya. Menurutnya, kekuatan terpenting dari Indonesia adalah pasarnya yang besar, yaitu nomor tiga di dunia. 

"Mengapa Trump melakukan kebijakan perdagangan seperti sekarang? Ini karena dia menyadari bahwa pasar dia besar dan kuat. Tiongkok juga bisa kuat karena pasarnya besar. Jadi, RUU Perlindungan Konsumen harus memperkuat pasar domestik Indonesia. Jangan semua dibuka, bebas impor. Pasar itu kekuatan kita. Harus kita lindungi. Pasar kita jangan jadi objek konsumsi produk impor. Nah konsumen itu harus menjadi bagian dari memperkuat pasar kita," katanya.

Sebagai contoh, Gobel menyebutkan kebijakan Indonesia yang membiarkan impor tekstil bermotif batik, tenun, dan beragam motif tekstil tradisional Indonesia. "Harganya jauh lebih murah dari produk hasil pengrajin tradisional Indonesia. Jika ini dibiarkan, lama-lama pengrajin meninggalkan profesinya karena tak menghasilkan uang lagi. Dalam satu-dua generasi, pengrajin kain tradisional akan punah. Lalu di mana tradisi batik berada? Adanya di Tiongkok. Padahal seni batik dan kain tradisional Nusantara merupakan warisan budaya nenek moyang dan memiliki filosofi yang dalam. Jadi, melindungi pasar dalam negeri adalah bagian dari memperkuat NKRI. Di sini pentingnya memahami filosofi dalam pembuatan RUU Perlindungan Konsumen tersebut," katanya.

Karena itu, Gobel mengingatkan bahwa dalam kebijakan perdagangan jangan hanya aspek murah yang menjadi pertimbangan. "Di sana ada aspek moral, harkat, dan martabat bangsa. Ada kepentingan yang jauh lebih besar," katanya. (RO/I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |