
DITJEN Gakkum Kehutanan melalui Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra), berhasil menertibkan praktik kepemilikan ilegal satwa liar dilindungi di kawasan wisata Pantai Samudera Baru, Dusun Sungai Buntu, Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
Dalam operasi ini, satu orang pelaku berinisial "BA" (32) ditetapkan sebagai tersangka. Selanjutnya, berkas perkara tersangka telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Karawang melalui Surat No. B-3622/M.2.26/Eku.1/09/2025 tanggal 4 September 2025 serta penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Karawang juga telah dilakukan.
Kasus ini berawal dari hasil pemantauan intelijen yang mengindikasikan adanya praktik pemeliharaan satwa liar dilindungi tanpa izin di kawasan wisata. Menindaklanjuti informasi tersebut, Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra melakukan tindakan penertiban dan pengamanan pada Rabu, (9/7).
Dari lokasi diamankan berbagai spesies satwa liar dilindungi tanpa dokumen kepemilikan yang sah, yakni Burung Beo (Gracula religiosa), Burung Kakaktua (Cacatua alba), Burung Hantu Celepuk (Otus angelinae), Burung Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus), Burung Elang Brontok Hitam (Nisaetus cirrhatus), Berang-berang (Lutra lutra), dan Burung Elang Laut (Haliaeetus leucogaster).
Penyidik menjerat pelaku dengan Pasal 40A ayat (1) huruf d jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ancaman pidana dalam ketentuan ini adalah penjara paling lama 15 tahun, serta denda hingga 5 miliar rupiah. Seluruh satwa yang diamankan saat ini telah dititipkan di lembaga konservasi Taman Safari Indonesia, Cisarua, Kabupaten Bogor, untuk mendapat perawatan dan rehabilitasi sesuai ketentuan konservasi satwa liar.
BAHAYAKAN KELESTARIAN
Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jabalnusra Aswin Bangun menyatakan, praktik pemeliharaan satwa dilindungi tanpa izin sangat membahayakan kelestarian ekosistem.
"Sebagaimana arahan Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan dan Menteri Kehutanan, setiap bentuk pelanggaran terhadap konservasi harus direspons secara cepat, tegas, dan terukur. Tindakan ini tidak hanya tentang menegakkan hukum, tetapi juga membangun kesadaran kolektif bahwa satwa liar bukanlah komoditas hiburan atau peliharaan pribadi yang dapat diperlakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip kesejahteraan satwa dan aturan konservasi yang berlaku," tegasnya, Kamis (18/9).
Aswin menambahkan, perlu diketahui bahwa terdapat aturan dan prosedur ketat yang mengatur kepemilikan dan pemeliharaan satwa liar. "Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk mematuhi aturan konservasi sebagai bagian dari komitmen bersama menjaga kelestarian spesies dan keseimbangan ekologis yang menopang kehidupan alam dan manusia," ujarnya.
Ia juga menegaskan, kasus ini menjadi pintu masuk untuk menelusuri kemungkinan adanya keterkaitan dengan jejaring perdagangan satwa liar dilindungi serta potensi keterlibatan aktor intelektual di baliknya.
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia menegaskan bahwa perlindungan satwa liar dilindungi merupakan bagian integral dari strategi nasional untuk menjaga keanekaragaman hayati, ketahanan ekologi, dan kedaulatan sumber daya alam Indonesia.
Selain melalui penegakan hukum yang tegas, negara juga mendorong edukasi publik guna membangun kesadaran kolektif bahwa memelihara, memperdagangkan, atau menyalahgunakan satwa liar secara ilegal adalah pelanggaran serius terhadap hukum dan etika.
"Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen dan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan pengelolaan sumber daya alam secara adil, berkelanjutan, dan berpihak kepada kepentingan rakyat sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional," pungkasnya.(E-2)