Jemaah umrah menunaikan salat sunah Ihram di dalam Masjid Aisyah, Mekah, Arab Saudi, Minggu (22/6/2025) dini hari.(Antara/Andika Wahyu)
ADA dua tantangan utama dalam pengembangan layanan financial technology (fintech) haji dan umrah. Pertama, menavigasi regulasi untuk memastikan semua perizinan, kepatuhan, dan operasional berjalan dengan cermat.
"Kedua, beradaptasi dengan perilaku dan kebiasaan manusia yang tidak dapat diprediksi yang mengharuskan platform tetap fleksibel dan elastis untuk mengakomodasi preferensi pengguna yang terus berkembang dan perubahan produk dan layanan," papar CEO UmrahCash William Phelps dalam keterangan tertulis, Rabu (1/10).
Sebagai perusahaan fintech yang berbasis di Arab Saudi, UmrahCash hadir di Indonesia dalam rangka memperkuat ekosistem teknologi keuangan syariah di sektor haji dan umrah. Perusahaan menggandeng kerja sama dengan sejumlah stakeholders dan entitas ekonomi syariah guna mendukung aksesibilitas layanan digital yang aman dan nyaman bagi para jamaah haji dan umrah.
Dalam peluncurannya di Indonesia, UmrahCash Indonesia bekerja sama dan berkolaborasi dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Aliansi Pengusaha Haramain Seluruh Indonesia (Asphirasi), Vida, Immer, Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU) Muhammadiyah, dan Al Baasith Anugrah Tour Travel. "Kami memastikan keamanan dan kenyamanan dalam layanan fintech haji dan umrah dengan melakukan kolaborasi dan kerja sama dengan penyedia layanan Indonesia yang teregulasi dan berlisensi penuh untuk penyimpanan data, transfer, dan transaksi keuangan," kata William.
UmrahCash awalnya hanya menargetkan jamaah Afrika Barat di Nigeria dengan kesuksesan yang signifikan. Namun, Indonesia diidentifikasi memiliki potensi dan peluang pasar yang lebih besar karena penduduknya memiliki minat yang kuat terhadap produk fintech dan juga memiliki kesadaran yang baik terhadap ekonomi. (I-2)


















































