Ilustrasi(Freepik.com)
HARGA emas dunia diperkirakan masih terus menguat hingga menembus level US$3.850 per troy ounce. Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, pada perdagangan Jumat (26/9), harga emas ditutup menguat di posisi US$3.761,15 per troy ounce.
Untuk perdagangan besok, Senin (29/9), harga emas diproyeksikan bergerak di kisaran support US$3.720,12 per troy ounce hingga resistance US$3.787,65 per troy ounce. Sementara, dalam sepekan akan berada pada rentang support US$ 3.711,33 per troy ounce hingga resistance US$3.814,40 per troy ounce.
"Dalam semester kedua 2025, saya optimis harga emas dunia bisa mencapai US$3.850 per troy ounce dan logam mulia di Rp.2.300.000 per gram," ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (28/9).
Ibrahim menegaskan, pergerakan emas internasional ditentukan oleh analisis fundamental, teknikal, serta dinamika permintaan dan penawaran global. Sentimen pasar saat ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi Amerika Serikat.
Data indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) Agustus menunjukkan inflasi bulanan naik 0,3% dan tahunan 2,7%, sesuai perkiraan. PCE yang menjadi indikator inflasi favorit The Fed juga memperlihatkan pertumbuhan pendapatan pribadi dan belanja konsumen di atas ekspektasi.
Meski begitu, pandangan pejabat The Fed masih terbelah. Sebagian, seperti Stephen Miran dan Michelle Bowman, cenderung dovish dengan mendorong pemangkasan suku bunga lebih lanjut karena pasar tenaga kerja dinilai rapuh. Sementara, Jeffrey Schmid dan Austan Goolsbee bersikap hawkish, menyoroti risiko inflasi yang berpotensi meningkat.
"Pasar sendiri tetap mengantisipasi penurunan suku bunga lagi pada Oktober 2025," kata Ibrahmi.
Dari sisi perdagangan global, Presiden AS Donald Trump kembali memanaskan tensi dagang dengan memberlakukan tarif baru terhadap berbagai barang impor mulai 1 Oktober 2025. Kebijakan ini menyasar produk farmasi, truk besar, furnitur, hingga perlengkapan renovasi rumah. Langkah tersebut melanjutkan kebijakan tarif timbal balik yang diumumkan April lalu dan membuat banyak negara mitra dagang AS kelimpungan.
Sementara itu, ketegangan geopolitik di Eropa semakin meningkat. Serangan drone Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia telah memangkas ekspor bahan bakar negara itu. Rusia pun merespons dengan melarang sebagian ekspor solar hingga akhir tahun serta memperpanjang larangan ekspor bensin. Kondisi ini diperburuk oleh tekanan Presiden Trump kepada sekutu-sekutu AS untuk mengurangi impor energi dari Rusia.
NATO juga mengeluarkan peringatan keras terkait pelanggaran wilayah udara negara anggotanya, yang berpotensi memicu sanksi tambahan terhadap industri minyak Rusia. Situasi ini menambah ketidakpastian global dan memperkuat posisi emas sebagai aset lindung nilai. (H-2)


















































