Eksperimen Redupkan Matahari Demi Selamatkan Bumi, Ilmuwan Peringatkan Kehancuran Alam

2 hours ago 3
Eksperimen Redupkan Matahari Demi Selamatkan Bumi, Ilmuwan Peringatkan Kehancuran Alam Ilustrasi(Freepik)

UPAYA manusia untuk melawan perubahan iklim kini memasuki babak baru yang kontroversial. Sejumlah ilmuwan tengah meneliti ide “meredupkan” matahari—sebuah konsep geoengineering yang bertujuan mengurangi panas Bumi dengan menyebarkan partikel mikroskopis sulfur ke atmosfer.

Namun, di balik gagasan yang tampak menjanjikan itu, tersimpan potensi bencana global yang dapat mengacaukan sistem iklim dan mempercepat kerusakan alam.

Terinspirasi dari Fenomena Alam

Konsep geoengineering, atau rekayasa iklim buatan, sebenarnya terinspirasi dari fenomena alam. Letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991 menjadi salah satu contohnya.

Saat itu, hampir 20 juta ton sulfur dioksida terlontar ke stratosfer—lapisan atmosfer di ketinggian 12 hingga 50 kilometer. Menurut U.S. Geological Survey, keberadaan partikel sulfur tersebut menurunkan suhu rata-rata global sekitar 0,5°C.

Efek Samping dan Dampak Global

Namun, pendinginan itu hanya bertahan dua tahun dan menimbulkan efek samping yang signifikan. Sistem monsun India terganggu, menyebabkan kekeringan parah di Asia Selatan. Selain itu, lapisan stratosfer justru memanas, yang mempercepat kerusakan ozon.

Dampak tersebut membuat para ilmuwan kini lebih berhati-hati menilai ide “meredupkan” matahari. 

“Banyak hal yang mungkin terjadi jika kita mencoba melakukan ini dan jangkauan dampaknya jauh lebih luas dari yang selama ini disadari,” ujar Faye McNeill, ahli kimia atmosfer dari Columbia Climate School dan Columbia Engineering.

Belum Bisa Meniru Dunia Nyata

Dalam penelitian itu, para ilmuwan menggunakan model komputer untuk memprediksi efek intervensi geoengineering. Namun, McNeill menegaskan bahwa simulasi tak akan pernah sepenuhnya menggambarkan kenyataan.

“Dalam simulasi, partikel yang digunakan sempurna—dengan ukuran, jumlah, dan lokasi yang ideal. Akan tetapi, dunia nyata jauh lebih kompleks dan penuh ketidakpastian,” katanya.

Risiko yang Bisa Terjadi

Skenario terburuk bisa terjadi jika partikel sulfur menumpuk di wilayah khatulistiwa. Kondisi tersebut berpotensi mengganggu sirkulasi atmosfer global dan distribusi panas di seluruh Bumi.

Sebaliknya, bila partikel terkonsentrasi di kutub, sistem monsun tropis dapat terganggu. 

“Ini bukan sekadar soal memasukkan lima teragram sulfur ke atmosfer. Waktu dan lokasinya juga sangat menentukan,” tambah McNeill.

Selain berisiko mengacaukan cuaca, partikel sulfur yang akhirnya turun ke Bumi juga dapat bereaksi dengan air hujan, membentuk hujan asam yang merusak tanah dan ekosistem. Tim peneliti pun mencoba mencari alternatif bahan selain sulfur, tetapi hasilnya belum menjanjikan.

“Banyak kandidat aerosol yang diusulkan tidak melimpah di alam atau sulit disebarkan secara merata,” jelas Miranda Hack, ilmuwan aerosol dari Columbia University.

Beberapa bahan seperti berlian dan zirkonia terlalu mahal, sementara kalsium karbonat dan aluminium mudah menggumpal di udara.

Bukan Solusi Instan

Dengan segala keterbatasan itu, para ilmuwan menegaskan: meredupkan matahari bukan solusi instan. Justru, bila salah langkah, upaya ini bisa menjadi awal dari kerusakan yang lebih besar—bahkan ancaman bagi kehidupan di Bumi itu sendiri. (Space/Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |