Ekonom Minta Kepala Daerah Transparan soal Dana Mengendap di Bank Daerah

5 hours ago 2

PENGAMAT ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, meminta para kepala daerah menanggapi isu dana mengendap di bank daerah yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dengan kepala dingin. 

Ia menilai perbedaan data antara Kemenkeu dengan laporan Pemprov Jabar, misalnya, bisa jadi disebabkan oleh keterlambatan pelaporan atau perbedaan waktu pencatatan.

“Menurut pendapat saya, gubernur memang harus mendapatkan laporan realisasi belanja yang paling mutakhir. Bisa jadi sifatnya outstanding, ada lag data. Saat data diinput oleh Bank Indonesia atau pelaporan bank, mungkin saja terjadi selisih,” terangnya saat dihubungi, Kamis (23/10).

Acuviarta menjelaskan, perbedaan yang muncul antara data yang disampaikan oleh Menkeu Purbaya, Mendagri Tito Karnavian, dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bisa disebabkan karena proses pencairan anggaran yang belum sepenuhnya terekam dalam sistem.

Biasanya realisasi belanja itu memang meningkat di bulan November. Kalau APBD Jabar sekitar Rp31 triliun, pencairan terbesar terjadi di akhir tahun. Jadi bisa saja dana yang disebut itu masih dalam proses pencairan.

“Langkah gubernur sebaiknya adalah melakukan konfirmasi langsung kepada pihak bank yang menjadi penyalur dana daerah, jangan hanya percaya pada laporan dari BPKAD. Harus ada sinkronisasi data antar pihak agar tidak menimbulkan kesalahpahaman,” tandangnya.

Terkait temuan bahwa sebagian dana Pemprov Jabar disimpan dalam bentuk deposito, Acuviarta mengungkapkan bahwa praktik tersebut perlu diperhatikan secara serius.

Dana APBD seharusnya digunakan untuk kegiatan belanja publik, bukan untuk memperoleh bunga dari deposito.

“Kalau dana itu berasal dari APBD, sebenarnya tidak boleh didepositokan. Harus jelas dan transparan, termasuk bagaimana bunga hasil deposito itu dicatat dan dilaporkan. Bila benar ada dana daerah yang disimpan dalam bentuk deposito, hal itu perlu ditelusuri lebih dalam,” ujarnya.

Ini tentu saja, kata Acuviaerta, bisa menjadi pintu masuk untuk dilakukan penyelidikan. Ia menegaskan, dana daerah harus jelas sumber dananya, apakah dari sisa lebih anggaran (Silpa) atau dari anggaran yang belum direalisasikan.

Acuviarta juga mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan kas daerah. Kalau dana itu bersumber dari APBD, maka prinsipnya harus segera direalisasikan untuk program masyarakat. Jangan sampai justru menjadi dana tidur yang malah menghasilkan bunga di bank daerah.

Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ada ratusan triliun rupiah dari berbagai pemda baik tingkat provinsi maupun kota/kabupaten yang mengendap di bank daerah. Untuk Pemprov Jabar, Purbaya menyebut dana yang mengendap mencapai Rp4,1 triliun.

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyebut tidak ada dana mengendap milik Pemprov Jabar di bank daerah. Namun, Dedi mengakui ada saldo sebesar Rp2,6 triliun ditempatkan di bjb. Dana itu merupakan kas daerah berbentuk giro yang akan digunakan untuk belanja daerah. (AN/E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |