
PENELITI senior tata kelola kemiskinan dan ketimpangan dari Smeru Institute, Asri Yusrina menilai bahwa penyaluran bantuan sosial (bansos) yang mengacu pada Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) akan lebih baik.
Menurutnya, DTSEN dapat mencakup populasi seluruh individu dan keluarga di Indonesia, karena merupakan padanan dari beberapa basis data, yakni Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), P3KE, serta data kependudukan dari Dukcapil.
"Mekanisme ini memungkinkan pemerintah menangkap dinamika kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Kalau dulu DTKS tidak ada pemeringkatan dan hanya memuat data penerima bansos saja, DTSEN mencakup semua penduduk," kata Asri saat dihubungi, Kamis (14/8).
"Dengan begitu, penargetan ke depan bisa lebih baik karena juga mengidentifikasi kelompok rentan, termasuk mereka yang keluar-masuk kemiskinan," sambungnya.
Selain membantu memetakan kelompok miskin permanen, kata Asri, DTSEN juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok rentan yang sewaktu-waktu berisiko jatuh miskin. Data tersebut dapat diakses melalui aplikasi atau melalui verifikasi langsung di tingkat kelurahan dan desa.
"Nantinya BPS akan melakukan pemeringkatan berdasarkan desil, desil 1 sebagai kelompok paling miskin dan desil 10 sebagai kelompok paling sejahtera, disertai proses ground check untuk meminimalkan kesalahan inklusi (penerima tidak berhak) maupun eksklusi (yang berhak tetapi tidak menerima)," ujarnya.
Asri berharap dengan adanya sistem ini penyaluran bansos dapat semakin tepat sasaran dan banyak masyarakat yang akan terbantu.
"Dengan sistem ini diharapkan penyaluran bansos di masa depan akan semakin tepat sasaran, inklusif, dan responsif terhadap perubahan kondisi masyarakat," tuturnya. (Fik/M-3)