
SEDERET sanksi dalam Pasal 17 (13 ayat) pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menjadi induk regulasi yang tegas.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) KTR DPRD DKI Jakarta Farah Savira, mengatakan pembahasan dan pendalaman Pasal 17 rampung selama tiga hari, yakni pada 15-17 September 2025.
“Iya karena memang heart and soul-nya kalau kita perhatikan kuncinya di sini (Pasal 17),” ujar Farah melalui keterangannya, Selasa (22/9).
Masing-masing sanksi yang ditetapkan variatif. Satu di antaranya sanksi pidana administratif bagi pelanggar sebesar Rp250 ribu dan kerja sosial. Tertuang dalam Pasal 17 Ayat 7.
Kemudian, dalam Ayat 8, bila seseorang melanggar aturan selama lebih dari tujuh hari akan dikenakan sanksi sebesar Rp10 juta.
Selanjutnya, dalam Ayat 9, setiap orang yang dengan sengaja mengiklankan, mempromosikan, memproduksi, dan memberikan sponsor di wilayah KTR akan dikenakan sanksi administratif sebesar Rp100 juta.
“Kita butuh perhatian khusus, menjadi tulang punggung dari perda ini, it’s okay to take more time enggak masalah,” tegas Farah.
Dalam hal ini, tegas Farah, aturan tersebut telah ditetapkan bersama antara legislatif dan eksekutif secara mufakat. Tujuannya, tak ada celah sama sekali yang memanfaatkan KTR.
“Kita sudah tegas dalam aturan hukum tersebut. Jangan sampai ada celah-celah bisa mengizinkan atau memperbolehkan hal-hal lain,” tegas Farah.
Bila kedapatan seorang memproduksi rokok di KTR, sambung Farah, dikenakan sanksi administratif dan pencabutan izin usaha. “Kalau produksi aturan penegakan hukum tidak cuma di level provinsi, bahkan di level pusat,” kata Farah.
Pansus pun akan fokus merampungkan pembahasan hingga akhir September 2025. (Far/P-2)