Salah satu stasiun kereta di Sulawesi.(Dok. MI)
RENCANA strategis Presiden Prabowo Subianto membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa mendapat apresiasi dan dukungan penuh dari kalangan DPR RI. Anggota Komisi VII DPR RI, H. Bambang Haryo Soekartono menegaskan bahwa kereta Trans Sumatra dan Sulawesi merupakan langkah tepat untuk mengakselerasi pemerataan ekonomi dan memperkuat tulang punggung logistik nasional.
Menurutnya fondasi untuk proyek ambisius ini sebenarnya telah diletakkan sejak era kolonial, dengan total jalur rel sekitar 7.300 km di empat pulau besar. Kini, saatnya menyempurnakannya.
"Konektivitas kereta api di luar Jawa bukan lagi wacana, tapi kebutuhan mendesak. Khususnya untuk menyambungkan jalur Trans Sumatra sepanjang 1.300 km dari Lampung ke Aceh," tegas Bambang.
Menurut kalkulasinya, dengan estimasi biaya Rp40 miliar per kilometer, realisasi kereta Trans Sumatra hanya membutuhkan dana sekitar Rp52 triliun.
Ditambah dengan pengadaan 100 unit rolling stock (kereta penumpang dan barang) senilai Rp10 triliun, investasi ini akan melahirkan jaringan logistik strategis yang dapat memindahkan miliaran ton komoditas dan jutaan penumpang setiap tahunnya.
"Manfaatnya luar biasa. Dengan modal itu, kita sudah bisa memiliki Trans Sumatra yang menjadi urat nadi konektivitas nasional," paparnya.
Tidak hanya Sumatra, Bambang juga mengangkat potensi besar di Sulawesi. Pembangunan kereta Trans Sulawesi sepanjang 1.750 km disebutnya hanya membutuhkan anggaran tidak lebih dari Rp60 triliun.
"Dengan biaya total di bawah Rp200 triliun untuk menggabungkan Trans Sumatra dan Trans Sulawesi, kita dapat membangkitkan perekonomian di 10 provinsi di Sumatra dan 6 provinsi di Sulawesi. Ini adalah investasi dengan dampak berlipat ganda yang sangat efektif," imbuhnya.
Bambang menekankan, pembangunan ini juga merupakan strategi untuk berkompetisi di kancah global. Dengan adanya rencana pembangunan Selat Kra di Thailand, Indonesia harus gesit merebut peluang logistik di Selat Malaka dan Selat Sunda (ALKI 1), yang selama ini didominasi Singapura dan Malaysia.
"Dua negara itu memiliki potensi pasar hingga 30 juta TEUS per tahun. Kita harus ambil alih dengan membangun sistem transportasi kereta api di Sumatra untuk mengangkut bahan mentah ke industri di dalam pulau, sebelum didistribusikan ke Jawa, domestik, atau diekspor," jelasnya.
Ia juga menekankan urgensi pembangunan kereta api di Aceh untuk mengintegrasikan pelabuhan dengan kawasan industri. (H-3)


















































