
DEWAN Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menyerahkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR RI dan Presiden Prabowo Subianto. Penyerahan dilakukan melalui Rapat Tripartit antara DPR RI, DPD RI, dan Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum, bertempat di Ruang Rapat Baleg Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9).
Keempat RUU yang telah ditetapkan dalam Sidang Paripurna DPD RI tersebut adalah RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, RUU tentang Masyarakat Hukum Adat, RUU tentang Daerah Kepulauan, dan RUU tentang Pengelolaan Perubahan Iklim.
Selain itu, DPD RI juga mengusulkan dua RUU tambahan untuk dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025 Perubahan, yaitu RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Abdul Kholik, dalam pemaparannya menyatakan, “Keempat RUU inisiatif DPD RI telah selesai disusun dan ditetapkan. Pada kesempatan tripartit ini, kami mengharapkan agar keempat RUU dimaksud dapat segera masuk ke dalam tahapan pembahasan di DPR RI bersama Pemerintah," kata Kholik dalam pernyataan yang diterima, Rabu (10/9).
Ketua DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin, menegaskan bahwa inisiatif legislasi ini merupakan bentuk konkret peran DPD RI sebagai representasi daerah sekaligus dukungan terhadap visi pembangunan nasional.
“Langkah ini juga sejalan dengan komitmen kami untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pada penguatan dari desa, pemerataan ekonomi, kedaulatan pangan, energi terbarukan, serta perlindungan lingkungan dan masyarakat adat,” kata Sultan.
Lebih lanjut, Sultan memerinci urgensi dan kepentingan daerah dari masing-masing RUU. Pertama, RUU Perubahan UU Pemerintahan Daerah didorong untuk menciptakan sistem otonomi daerah yang lebih adaptif, akuntabel, dan responsif, sejalan dengan semangat Asta Cita yang mengedepankan pembangunan dari pinggiran daerah.
Kedua, RUU Masyarakat Hukum Adat menjadi wujud pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat, mendukung program prioritas pemerintah dalam hal keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan.
Ketiga, RUU Daerah Kepulauan diperlukan untuk menjamin pembangunan yang inklusif dan berkeadilan bagi wilayah kepulauan, memperkuat konektivitas, ekonomi maritim, dan ketahanan wilayah sebagai poros maritim dunia.
"Keadilan pembangunan merupakan hal utama yang kami perjuangkan. Melalui RUU ini, kami ingin memastikan bahwa pulau-pulau di seluruh Indonesia mendapatkan porsi pembangunan yang seimbang dan berkeadilan, sehingga tidak ada lagi kesenjangan antara wilayah daratan dan kepulauan," kata Wakil Gubernur Bengkulu periode 2013-2015 ini.
Sementara untuk RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, itu merupakan respons untuk memperkuat ketahanan lingkungan dan masyarakat, sekaligus mendukung komitmen Indonesia di forum internasional.
Sultan menjelaskan DPD RI ingin memastikan masa depan Indonesia dan lingkungan harus terjaga dan dikelola dengan baik untuk generasi mendatang. Dampak perubahan iklim sudah sangat nyata dihadapi oleh berbagai daerah, sehingga kami mendorong adanya payung hukum setingkat undang-undang yang komprehensif.
"Regulasi ini tidak hanya mengatur mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, tetapi juga mengoptimalkan potensi Indonesia dalam carbon trade, ketahanan pangan, dan peluang ekonomi hijau lainnya yang dapat mendatangkan devisa negara," kata Sultan.
Khusus untuk dua RUU usulan tambahan, ia menjelaskan bahwa RUU BUMD sangat relevan dengan Asta Cita yang mendorong pertumbuhan ekonomi dari bawah melalui penguatan Badan Usaha Milik Daerah. Sementara Revisi UU Pemerintahan Aceh penting untuk menjamin kesinambungan otonomi khusus dan stabilitas pembangunan di Aceh.
Sultan menggarisbawahi proses penyusunan RUU yang melibatkan partisipasi publik secara menyeluruh.
Dia menambahkan keempat RUU ini merupakan hasil dari proses demokratis yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
"Kami tidak hanya menyusun naskah akademik, tetapi benar-benar melaksanakan meaningful participation dengan melibatkan kampus, civil society, menyelenggarakan rapat kerja, konsinyering, hingga berkonsultasi dengan duta besar, dan pemerintah daerah," kata Sultan.
Dalam forum tripartit tersebut, DPD RI juga mengusulkan penerapan sistem single register untuk Prolegnas. Sistem ini mengusulkan agar RUU yang telah tercantum dalam Prolegnas Prioritas tahunan tidak diulang kembali dalam Prolegnas jangka menengah. "Inovasi ini bertujuan memproporsionalkan target dengan capaian serta memberikan ruang fleksibilitas yang lebih besar dalam perencanaan legislasi nasional,” jelas Abdul Kholik.
DPD RI berharap seluruh usulan yang telah disampaikan dapat segera ditindaklanjuti dan dibahas bersama oleh DPR RI dan Pemerintah untuk memperkuat landasan hukum bagi pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat di seluruh daerah Indonesia. (P-4)