Sebanyak 51 permohonan baru tercatat mendapatkan pelindungan Indikasi Geografis dari DJKI.(Dok. DJKI)
DIREKTORAT Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menorehkan capaian positif dalam pelindungan Indikasi Geografis (IG) hingga Oktober 2025. Tercatat, sebanyak 51 permohonan baru telah diterima dari beragam sektor, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 44 produk.
“Dengan bertambahnya 51 produk ini, total produk yang telah memperoleh pelindungan indikasi geografis kini mencapai lebih dari 200. Selain itu, terdapat 20 permohonan lain yang saat ini siap memasuki tahap pemeriksaan,” ungkap Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu, saat ditemui di Gedung DJKI, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Menurut Razilu, peningkatan ini menunjukkan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pelindungan terhadap produk unggulan daerah sebagai penggerak ekonomi lokal. Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk berbasis indikasi geografis, baik dari aspek sumber daya alam maupun warisan budaya.
“Indikasi Geografis bukan hanya sekadar label hukum, tetapi juga menjadi simbol mutu, reputasi, dan identitas asal yang patut dijaga bersama. DJKI terus mendorong kolaborasi lintas daerah agar potensi IG dapat segera didaftarkan dan dimanfaatkan secara optimal,” jelasnya.
Berdasarkan data DJKI, hingga Oktober 2025 terdapat 551 potensi produk indikasi geografis yang telah diidentifikasi—terdiri atas 492 potensi dari sektor kerajinan dan industri lokal, serta 59 potensi dari sektor kelautan dan perikanan. Hampir seluruh provinsi memiliki potensi tersebut, dengan Sumatera Utara menjadi wilayah terbanyak, diikuti Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.
Razilu menekankan pentingnya momentum akhir tahun 2025 sebagai ajang percepatan pendaftaran IG. Ia juga meminta seluruh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM untuk memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda), serta Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).
“Banyak produk kerajinan yang sudah siap didaftarkan karena tidak memerlukan uji laboratorium. Ini peluang besar yang perlu kita dorong bersama,” ujarnya.
Selain mempercepat proses pendaftaran, DJKI juga mendorong setiap Kanwil untuk memberikan pendampingan teknis dan mempublikasikan keberhasilan pelindungan produk daerah. Razilu menegaskan bahwa upaya ini tidak sekadar administratif, tetapi juga langkah strategis memperkuat ekonomi kreatif di berbagai wilayah.
Sepanjang tahun 2025, DJKI juga telah menetapkan 58 Kawasan Berbasis Kekayaan Intelektual (KBKI) di sejumlah daerah. Inisiatif ini berfungsi sebagai etalase promosi produk IG kepada masyarakat dan calon investor.
“KBKI menjadi bukti nyata kehadiran pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif di tingkat lokal. Melalui inisiatif ini, masyarakat semakin terdorong untuk berinovasi dan menjaga nilai khas daerahnya,” tutur Razilu.
Menutup pernyataannya, Razilu mengajak seluruh pihak untuk terus mengawal pelindungan produk lokal melalui pendaftaran Indikasi Geografis.
“Setiap daerah memiliki potensi unik. Tugas kita adalah memastikan potensi tersebut terlindungi dan memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat,” pungkasnya. (RO/Z-10)


















































