Diskusi Publik Kebencanaan UBL: Mitigasi dan Penanganan Kebencanaan Harus Libatkan Publik dan Pihak Swasta

4 hours ago 1
 Mitigasi dan Penanganan Kebencanaan Harus Libatkan Publik dan Pihak Swasta Ilustrasi(Dok ist)

PRODI Manajemen Bencana Universitas Budi Luhur  ( UBL) menggelar acara talkshow bertema “Ancaman Megathrust, Peristiwa Rinjani hingga tragedi Ponpes Sidoarjo, ".Hal ini menyadarkan kita sekaligus menjadi refleksi, siapkah kita menghadapi bahaya dan bencana?.
Acara ini digelar di Theater UBL  Jakarta pekan lalu,diikuti secara daring melalui Zoom (Hybrid) serta disiarkan melalui YouTube.

Acara Talks Show ini dimoderatori  Prof. Ir. Arief Wibowo, M.Kom., selaku Guru Besar Sistem Cerdas Untuk Krisis dan Bencana U BL  yang juga Deputi Deputi Rektor Bidang Kemahasiswaan Kerjasama & Promosi. Sementara narasumber dihadiri Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si selaku Kepala Penanggulangan Bencana (BNPB) RI Pertama, Indra Gunawan S.Si, M.Phil selaku PMG Madya Direktorat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Dr. Abdul Haris Achadi, S.H., DESS selaku Sekretaris Utama Basarnas & Dosen Program Studi Manajemen Bencana UBL dan Dr. Muhammad Hidayat, M.I.Kom., selaku Kepala Pusat Studi Kebencanaan dan Resiliensi LSPR Institute of Communication & Business.

Prodi Manajemen Bencana UBL memiliki kepedulian untuk kebencanaan di tanah air ini menghadirkan talkshow untuk mengedukasi ke masyarakat tentang pentingnya mitigasi kebencanaan yang menimbulkan potensi ancaman gempa megathrust, aktivitas vulkanik Rinjani, serta fenomena bencana lumpur Sidoarjo.

Indra Gunawan S.Si, M.Phil selaku PMG Madya Direktorat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG mengutarakan persoalan bencana harus melibatkan semua pihak termasuk akademisi dan mahasiswa. Ia menegaskan pemerintah sangat terbuka dalam memberikan informasi kepada publik khususnya potensi bencana.

“Saya sangat senang bisa bertemu teman-teman mahasiswa di Universitas Budiluhur. Kegiatan ini sangat bermanfaat, karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh peran aktif mahasiswa sebagai agen perubahan dalam kebencanaan," kata Indra Gunawan.

 Dia mengingatkan Informasi yang disampaikan sifatnya ilmiah, dan perlu diterjemahkan ke bahasa yang lebih mudah dipahami masyarakat. 
"Di sinilah pentingnya kolaborasi dengan akademisi, agar narasi yang muncul bisa menenangkan, bukan menimbulkan kepanikan. Harapan saya, program seperti ini tidak hanya ada di Budi Luhur, juga bisa berkembang di kampus lain. Pemerintah siap berkolaborasi, karena pelayanan kepada masyarakat harus dilakukan dengan cara yang interaktif dan melibatkan banyak pihak,” ujar Indra Gunawan.

Dr. Abdul Haris Achadi, S.H., DESS selaku Sekretaris Utama Basarnas mengatakan, mitigasi dan penanganan kebencanaan harus melibatkan pihak swasta terutama dari segi anggaran.

“Mengingat seringnya terjadi kecelakaan transportasi, bencana, dan ancaman megathrust, diperlukan kebijakan penanggulangan bencana yang holistik sejak pra, tanggap, hingga pascabencana. Saat ini, kapasitas SDM dan peralatan masih belum merata serta belum memenuhi standar internasional. Karena itu, perlu kebijakan nasional terpadu untuk mengatasi fragmentasi anggaran, melibatkan sektor swasta, dan memastikan seluruh upaya penanganan bencana, termasuk oleh Basarnas, sesuai standar internasional,” ujar Dr. Abdul Haris Achadi, 

Apresiasi

Prof. Dr. Syamsul Maarif, M.Si selaku Kepala Penanggulangan Bencana (BNPB) RI Pertama, mengapresiasi Universitas Budi Luhur yang menghadirkan program studi S1 Manajemen Bencana. Menurutnya, penanganan kebencanaan SDM yang dibutuhkan yakni lulusan sarjana untuk level profesional hingga manajer.

“Prodi manajemen bencana S1 UBL sangat dibutuhkan di kancah nasional bahkan internasional karena SDM profesional kebencanaan di jenjang sarjana memang dibutuhkan. selama ini yang tersedia banyak adalah level operator pada bidang kebencanaan, kita butuh level koordinator dan manajer yang ahli dan profesional. Di kebutuhan ini UBL berperan menyediakan SDM terampil bidang kebencanaan,” ujar Prof. Dr. Syamsul Maarif.

Sementara, Dr. Muhammad Hidayat, M.Ikom selaku Kepala pusat Studi Krisis dan Resiliensi LSPR Institute mengatakan, ada tiga fase dalam penanganan kebencaana yaitu komunikasi, kolaborasi dan koordinasi.
“Komunikasi bukan cuma soal ngomong, tapi soal koordinasi dan informasi. Tanpa itu semua nya bisa jadi lebih buruk. Harus ada kolaborasi semua stakholder mulai dari pemerintah hingga ke masyarakat saling membantu,” terangnya.

Melalui kegiatan ini, para peserta baik dari kalangan akademisi, praktisi kebencanaan, maupun masyarakat umum diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang lebih utuh mengenai potensi bahaya bencana di Indonesia. Selain itu, diskusi ini juga menjadi ruang penting untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam membangun sistem mitigasi bencana yang tangguh. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |