PEGIAT sosial masyarakat di Kabupaten Sikka menyoroti besaran gaji dan tunjangan yang diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Sikka, Nusa Tenggara Timur. Total nilai gaji dan tunjangan DPRD Sikka tersebut mencapai Rp1,27 miliar per bulan atau setara Rp14,7 miliar dalam setahun.
Besaran pendapatan bulanan anggota dewan tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih hidup dalam kesulitan. Sorotan tajam tersebut disampaikan Pastor Marselinus Vande, SVD kepada Media Indonesia, Jumat (12/9). Vande menyebut kondisi itu ironis lantaran wakil rakyat lebih makmur dari rakyatnya sendiri.
Menurutnya, anggota dewan yang dipilih dari rakyat yang miskin seharusnya lebih peka melihat kesenjangan yang terjadi di masyarakat karena sejatinya mereka dipanggil untuk solider dengan rakyat.
"Terpilihnya mereka sebagai anggota dewan tidak semestinya menjadikan legislatif sebagai menara gading, tempat menghimpun harta di atas penderitaan rakyat," kata Pastor Vande kepada Media Indonesia.
"Anggota DPRD Sikka harus tahu diri bahwa ia adalah wakil rakyat. Wakil rakyat itu harus dihayati dalam seluruh panggilan politiknya. Karena dia wakil rakyat maka dia harus punya kepekaan nurani, kepedulian pada situasi rakyat yang sangat menderita,” ujarnya.
Vande berkata, alasan tunjangan yang diterima sudah sesuai regulasi tidak bisa menjadi sebuah pembenaran. Ia melihat DPRD selalu punya alasan baku bahwa gaji dan tunjangan sesuai dengan regulasi.
Tapi menurutnya, regulasi tersebut bisa diubah. Ia pun menganggap DPRD tidak punya kepekaan untuk melihat rakyat Sikka hidup menderita sementara mereka sendiri bersenang-senang di atas penderitaan rakyat.
Ia membandingkan besaran tunjangan ke- 35 wakil rakyat itu yang menurutnya sangat berbeda jauh dengan penghasilan guru honorer, perawat dan tenaga honor di Pemkab yang bekerja penuh waktu untuk masyarakat.
"Gaji anggota DPRD sebesar Rp34 juta lebih, sementara tenaga honorer yang menerima gaji sangat minim. Apakah DPRD pernah berpikir solider dengan para tenaga honorer? Hal ini perlu diperhatikan karena kerja politik DPRD tidak signifikan dengan besarnya pendapatan yang diterima," ucap Vande.
Ia menilai, jika DPRD tidak memperjuangkan honor guru, lalu siapa yang mereka wakili.
"Dimana panggilan politik untuk memperjuangkan hak-hak hidup rakyat miskin ini?” ucapnya.
Data Sekretariat DPRD Sikka menunjukkan, alokasi anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota DPRD mencapai Rp1,27 miliar per bulan atau setara Rp14,7 miliar dalam setahun.
"Penghasilan anggota DPRD terdiri atas penghasilan tetap, penghasilan tidak tetap, serta sejumlah tunjangan, termasuk tunjangan komunikasi intensif, perumahan, dan transportasi," ungkap Sekretaris Dewan Kabupaten Sikka, Gratiana Heriantje.
Penghasilan kotor anggota DPRD, kata dia mencapai Rp40,299 juta. Setelah dipotong pajak, rata-rata jumlah bersih yang diterima per bulan Rp34,9 juta.
"Tunjangan perumahan ditetapkan Rp12 juta per bulan per orang dan tunjangan transportasi Rp17 juta per bulan per orang, sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Sikka Nomor 13 Tahun 2023 tentang Perubahan Keempat atas Perbup Nomor 49 Tahun 2019," kata Gratiana.
Ia mengungkapkan pimpinan DPRD tidak menerima tunjangan perumahan dan transportasi karena telah disediakan rumah dinas dan mobil dinas. Sebagai gantinya, mereka memperoleh biaya operasional, makan minum, hingga BBM dengan jumlah variatif.
Adapun rincian penghasilan pimpinan DPRD dalam sebulan tercatat, Ketua DPRD: Rp11.239.200, Wakil Ketua I: Rp10.016.000 Wakil Ketua II: Rp10.256.400. Sementara itu pimpinan DPRD turut menerima biaya operasional lain seperti biaya makan dan minum sebesar Rp36 juta untuk ketua, Rp34 juta untuk masing-masing wakil ketua, biaya BBM Rp6 juta, serta biaya operasional pimpinan (BOP) Rp4,2 juta untuk ketua dan Rp2,52 juta untuk masing-masing wakil ketua.
"Dalam perubahan anggaran, kami juga menyiapkan anggaran sekitar Rp100 juta untuk melengkapi fasilitas rumah dinas pimpinan DPRD Sikka agar pimpinan DPRD bisa menempati rumah dinas,” kata Gratiana. (PT/E-4)