Ilustrasi(Dok ist)
ANGGOTA Komisi C DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim mengkritik keras rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengajukan pinjaman sebesar Rp2,2 triliun ke Bank DKI.
Pinjaman tersebut direncanakan untuk membiayai tujuh proyek infrastruktur lintas dinas, namun dinilai berpotensi membebani keuangan daerah.
“Dana yang mengendap saja masih Rp14,6 triliun di bank, dan sekarang sudah akhir Oktober, masa anggaran tinggal dua bulan lagi. Ibaratnya orang punya uang cash, untuk apa mengajukan kredit? Apa sebenarnya maksudnya,” ujar Lukman melalui keterangannya, Senin (3/11).
Politkus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyebutkan, pinjaman diketahui akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek di bawah Dinas Sumber Daya Air (DSDA), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP), Dinas Bina Marga (DBM), dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (DCKTRP).
Lukman menilai pengajuan pinjaman itu terkesan dipaksakan, apalagi komunikasi resmi antara Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dan Bank DKI sudah dilakukan.
“Kenapa tidak pakai dana yang mengendap saja? Sebagai wakil rakyat saya ingatkan, jangan main-main dengan uang rakyat,” tegasnya.
Ia menjelaskan, secara regulasi pemerintah daerah memang diperbolehkan mengajukan pinjaman, baik untuk menutup kekurangan kas maupun membiayai kegiatan strategis.
Ia mengacu pada dua aturan utama yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah yang dan PP Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat.
“Secara hukum, mekanismenya sah-sah saja. Bisa pinjam ke pemerintah pusat atau melalui penerbitan obligasi daerah,” jelasnya.
"Tapi semua skema alternatif itu tetap harus mendapatkan persetujuan DPRD. Dalam konteks Jakarta, tentu kami berhak mengawasi dan menolak jika tidak rasional," sambung Lukmanul.
Ia menegaskan, Pemprov DKI sebenarnya memiliki kemampuan keuangan dan rasio pembiayaan yang sangat memadai. Namun, ia mempertanyakan urgensi dan transparansi dari usulan pinjaman tersebut.
“Kalau soal syarat administratif, saya jamin seratus persen DKI memenuhi. Tapi untuk apa cari-cari pinjaman kalau uang tunainya berlebih? Itu masalahnya,” ucap dia.
Ia pun bersikukuh akan menolak usulan pinjaman Rp2,2 triliun itu, sekaligus mengajak rekan-rekannya di DPRD DKI menyuarakan hal serupa. Menurutnya, langkah itu bukan hanya soal hitung-hitungan anggaran, tapi soal tanggung jawab moral terhadap uang publik.
“Janganlah uang rakyat diputer-puter untuk kepentingan yang tidak jelas. Saat ini banyak warga bergulat untuk sekadar hidup, sementara pemerintah daerah masih mau main-main dengan uang hasil pungutan masyarakat. Opo tumon kalau begini,” tutupnya. (H-2)


















































