Peserta aksi yang tergabung dalam Suara Ibu Peduli Makan Bergizi Gratis (MBG) menggelar aksi(MI/Ramdani)
PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) menuai kritik dalam sidang uji materi Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang yang digelar pada Rabu (1/10) itu menghadirkan pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Wiratraman sebagai ahli pemohon.
Dalam paparannya, Herlambang menilai MBG bukanlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara langsung, tetapi berpotensi menyingkirkan pemenuhan hak-hak dasar lain seperti pendidikan dan kesehatan.
“Tidak ada hari ini yang mengatakan MBG melanggar hak asasi manusia. Tidak ada. Semua percaya MBG adalah realisasi dari right to? No,” tegas Herlambang di hadapan majelis hakim MK.
Akan tetapi, ia mempertanyakan alokasi sumber daya yang begitu besar untuk MBG, sementara kebutuhan fundamental lain masih terabaikan terutama pada sektor pembiayaan pendidikan.
“Kenapa bukan pendidikan gratis untuk seluruh warga negara Indonesia? Kenapa harus MBG? Kenapa MBG menguras sumber daya ekonomi? Anggaran terutama yang tidak pernah dialokasikan untuk pendidikan gratis sampai perguruan tinggi, sehingga mahasiswa enggak ada perlu bayar UKT,” tukasnya.
Menurut Herlambang, persoalan utama MBG terletak pada prinsip progressive realization yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ecosop).
Prinsip ini lanjut Herlambang, mengamanatkan negara untuk mengambil langkah progresif dalam pemenuhan hak-hak dasar dengan memaksimalkan sumber daya yang tersedia.
“Progressive realization itu sehingga membuat saya mengatakan MBG itu bukan soal right to food. No, dia justru menyingkirkan right to education. Dia juga menyingkirkan right to health, kesehatan dan seterusnya,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa keterbatasan anggaran negara harus dikelola secara efektif, dan dana besar untuk MBG bisa menggeser layanan dasar yang juga sangat penting.
Herlambang bahkan merujuk tafsir PBB yang menyatakan negara dengan sumber daya terbatas tetap harus meluncurkan program murah dan terarah untuk kelompok paling membutuhkan.
“Saya khawatir, dana MBG justru mengalihkan anggaran-anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk layanan dasar lain,” ucapnya.
Lebih jauh, Herlambang mengungkapkan bahwa riset awalnya menunjukkan adanya risiko buruk dari tata kelola MBG.
“Saya kira penelitian-penelitian ekonomi sudah menjelaskan, apalagi di Jogja hari ini dengan jumlah MBG yang begitu besar dipasarkan,”
Sebagai akademisi, ia menegaskan bahwa temuan riset awalnya memperlihatkan bahwa MBG bisa menyingkirkan pemenuhan hak-hak dasar lain yang tak kalah penting, terutama pendidikan dan kesehatan.
“Majelis Hakim, saya punya riset ya, insyaallah sebentar lagi akan bisa disimak: military free nutritious meal governance. Bagaimana tata kelola MBG ini justru banyak mencelakakan rakyat,” pungkasnya. (Dev/M-3)


















































