Depati Project Gelar Diseminasi Liputan Kolaborasi Media terkait Ancaman Eksploitasi Hutan Pulau Sipora Mentawai

1 month ago 29
Depati Project Gelar Diseminasi Liputan Kolaborasi Media terkait Ancaman Eksploitasi Hutan Pulau Sipora Mentawai Ilustrasi(MI/YOSE HENDRA)

AKSI penjarahan ruang hidup masyarakat adat berupa hutan di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, disebut sedang direncanakan dalam bentuk deforestasi.

Deforestasi terencana ini, menarget hutan seluas 20.706 hektar di kawasan yang terkenal sebagai surga peselancar dunia. Pemegang konsesinya adalah PT Sumber Permata Sipora (SPS), yang sudah mengantongi berbagai macam perizinan dari pemerintah pusat. 

Kini, tinggal menyisakan Analisis Dampak Lingkungan (Andal) saja, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), kawasan yang setara dengan sepertiga pulau ini, bakal ludes dibabat atas nama investasi. Perusahaan tersebut memiliki kendali penuh. Ada delapan desa yang berada di wilayah konsesi. Hutan selama ini menjadi sumber pangan, ekonomi dan mata air untuk aktivitas sehari-hari warga desa, serta nadi kebudayaan masyarakat adat Mentawai.
 
Depati Project menginiasi liputan kolaborasi enam media massa, yakni Tempo, KBR Media, law-justice.co, langgam.id, ekuatorial.com dan mentawaikita.com. Liputan ini mengungkap rencana deforestasi terencana di Pulau Sipora ini dari beragam sudut pandang. Mulai dari hak asasi manusia, kebencanaan, pesisir, dampak kepada pariwisata, masyarakat adat, sampai dugaan patgulipat perizinannya. Liputan ini sudah tayang sejak awal September ini.

Sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada publik, Depati Project menggelar diseminasi di 6 kota di Indonesia. Pertama, Ambon pada 23 September 2025, Lalu Lampung pada 25 September, Padang 26 September, Gorontalo 27 September dan Kendari 28 September. Diseminasi puncaknya digelar di Jakarta pada 30 September 2025. Diseminasi ini penting untuk menguji liputan, baik dari sisi isu yang di ambil, metodologi, akurasi data dan fakta, serta mendorong strategi advokasi selanjutnya.

“Dengan diseminasi di enam kota di Indonesia ini, tujuan kami adalah membawa apa yang sebenarnya terjadi di di Pulau Sipora kepada kawan-kawan di sana. Agar apa yang terjadi bisa teresonansi dan menumbuhkan solidaritas. Kedua, tentu mengangkat problem lingkungan yang dihadapi kawan-kawan di sana. Sederhananya, ini menjadi wadah rekonsolidasi untuk advokasi yang lebih besar,” ujar Program Manager Depati Project, Miftah Faridl, Rabu (24/9).

Faridl melanjutkan, lima kota yang menjadi tuan rumah diseminasi memiliki kedekatan dengan Pulau Sipora. Pasalnya, ekosistem di enam kawasan tersebut terancam. Mereka menghadapi kerusakan pulau kecil akibat industri ekstraksi dan rusaknya hutan akibat deforestasi. “Jadi penting untuk merajut solidaritas ini. Kita tidak bisa disekat-sekat urusan ‘kamu KTP mana?’ seperti yang biasa pemerintah ucap ketika kita melakukan advokasi,” lanjutnya.

Diseminasi di berbagai kota ini akan dihadiri sejumlah narasumber. Baik dari kalangan masyarakat, aktivis, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemerintah. Pelibatan berbagai pihak ini untuk mendorong kesadaran Bersama terhadap perusakan lingkungan yang disebabkan ketamakan yang ditopang regulasi pemerintah. Praktik keserakahan berbalut investasi ini berdampak buruk pada kehidupan masyarakat.

Kehadiran Depati Project berangkat perihal lingkungan, iklim dan ruang hidup menjadi isu sering kali diberitakan dengan ‘kesalahpahaman’ oleh media-media di Indonesia. "Misalnya, kerap kali kita melihat peristiwa banjir melanda atau kebakaran lahan di sebuah daerah, media katakana ‘bencana alam’. Publik tak banyak mendapatkan informasi yang sebenarnya. Padahal, ada campur tangan aktor, tata kelola sampai kebijakan yang salah di balik kejadian tersebut," tandas Miftah. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |