
AKSI protes besar-besaran di Filipina yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi kerusuhan pada Minggu (21/9). Ribuan warga turun ke jalan ibu kota Manila untuk mengecam dugaan korupsi dalam proyek pengendalian banjir fiktif yang disebut merugikan negara hingga miliaran peso.
Situasi berubah ricuh ketika sekelompok demonstran bertopeng melempari aparat dengan batu, memicu bentrokan dengan polisi antihuru-hara yang membalas dengan tembakan meriam air.
Kerusuhan pecah di sekitar markas polisi. Beberapa pengunjuk rasa juga terlihat mengibarkan bendera anime bajak laut One Piece. Simbol itu belakangan muncul di sejumlah demonstrasi di Indonesia.
Aksi itu sebelumnya dimulai secara damai sejak pagi di sebuah taman kota yang dihadiri sekitar 50.000 orang. Sore harinya, gelombang massa berpindah ke kawasan EDSA, lokasi bersejarah yang pernah menjadi titik utama gerakan People Power 1986 yang menumbangkan rezim Ferdinand Marcos Sr.
Demonstrasi kali ini juga dihadiri politisi oposisi, aktivis, keluarga, serta tokoh gereja Katolik. Banyak peserta mengaku jarang mengikuti aksi jalanan, namun merasa perlu turun tangan.
“Kondisinya sudah terlalu parah, saya merasa harus mengatakan cukup sudah,” ujar Mitzi Bajet, seorang pengunjuk rasa berusia 30 tahun.
Sementara itu, ketua aliansi kiri Bagong Alyansang Makabayan, Teddy Casino, menegaskan tuntutan mereka tidak hanya soal pengembalian dana negara tetapi juga hukuman penjara bagi pejabat yang terlibat.
Di sisi lain, Renato Reyes, salah satu koordinator aksi, mengaku sempat terkena lemparan batu di wajahnya ketika hendak meninggalkan area dekat istana kepresidenan. Ia menyebut para pelaku bisa saja provokator, namun juga mungkin warga yang benar-benar marah dengan kondisi saat ini.
“Pemerintah tidak bisa lagi menutup mata terhadap persoalan korupsi,” tegasnya.
Skandal proyek banjir fiktif ini telah mengguncang politik Filipina. Sebelumnya, seorang pemilik perusahaan konstruksi menuduh hampir 30 anggota DPR serta pejabat Kementerian Pekerjaan Umum menerima suap. Akibat kasus ini, pimpinan kedua kamar parlemen, termasuk Ketua DPR Martin Romualdez yang merupakan sepupu Presiden Ferdinand Marcos Jr memilih mundur dari jabatannya.
Bagi banyak warga, skandal ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang membelit elite politik negeri itu.
“Rakyat menderita karena rumah mereka hanyut oleh banjir, sementara pejabat hidup mewah dengan jet pribadi dan rumah megah,” kata Manuel Dela Cerna, 58 tahun, yang juga pernah mengikuti demonstrasi People Power puluhan tahun lalu.
Menurut Kementerian Keuangan, kerugian akibat praktik tersebut diperkirakan mencapai 118,5 miliar peso (sekitar US$2 miliar) dalam periode 2023–2025. Namun Greenpeace menilai angka sebenarnya bisa lebih besar, bahkan mendekati US$18 miliar. (AFP/I-3)