
INDEKS Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2025 diperkirakan akan kembali mengalami deflasi, melanjutkan tren di bulan sebelumnya. Deflasi itu terjadi didorong oleh penurunan harga pangan.
"Kami memperkirakan deflasi bulanan berturut-turut di bulan Februari 2025, diperkirakan akan mengalami deflasi bulanan sebesar 0,08% (month to month/mtm, melanjutkan deflasi 0,76% (mtm) di Januari 2025," ujar ekonom Bank Permata Josua Pardede melalui keterangannya, Minggu (2/3).
Tren deflasi bulanan tersebut disebabkan oleh penurunan harga pangan, didorong oleh peningkatan pasokan makanan. Oleh karena itu, dia memperkirakan adanya deflasi bulanan yang signifikan pada kelompok harga bergejolak.
Sementara itu, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) diproyeksikan akan mencatat inflasi bulanan dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar nonsubsidi.
Laju inflasi inti bulanan diperkirakan akan menurun dari 0,30% (mtm) menjadi 0,23% (mtm) di bulan Februari 2025. Namun demikian, inflasi inti Februari 2025 sebagian besar dipengaruhi oleh kenaikan harga emas global dan depresiasi Rupiah.
"Secara keseluruhan, kami memperkirakan bahwa IHK kumulatif dari Januari hingga Februari 2025 akan mencerminkan deflasi sekitar 0,84% year to date (ytd)," terang Josua.
Sedangkan secara tahunan (year on year/yoy), tingkat inflasi diperkirakan mengalami penurunan menjadi 0,31% (yoy), lebih rendah dari Januari 2025 yang tercatat 0,76% (yoy). Prakiraan inflasi Februari itu sekaligus menjadi angka paling rendah sejak Maret 2000, atau 25 tahun lalu.
Sementara itu, laju inflasi inti tahunan diperkirakan akan tetap kuat, naik dari 2,36% (yoy) menjadi 2,46% (yoy) di Feb ruari 2025, terutama didorong oleh kenaikan harga emas. Di luar harga emas, inflasi inti terlihat lemah, mengindikasikan kondisi permintaan yang relatif stabil.
"Kami masih memperkirakan inflasi IHK akan berada di kisaran 2% pada akhir tahun 2025, karena dampak dari diskon tarif listrik diantisipasi akan menghilang pada Maret 2025," tutur Josua.
"Karena pemerintah hanya membatasi diskon tarif listrik untuk periode dua bulan, kami memperkirakan inflasi akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia sebesar 1,5% - 3,5% pada akhir 2025, kecuali jika kebijakan tersebut diperpanjang untuk sepanjang tahun. Selain itu, inflasi pada tahun 2025 kemungkinan akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah dari tahun sebelumnya," tambahnya.
Di luar faktor yang didorong oleh kebijakan, lanjut Josua, dia menilai tekanan inflasi yang berasal dari pemulihan permintaan konsumen yang sedang berlangsung, yang dapat berkontribusi pada inflasi sisi permintaan yang moderat. Selain itu, depresiasi Rupiah diperkirakan akan mendorong terjadinya imported inflation, yang akan menambah tekanan harga secara keseluruhan.
Dia memperkirakan tingkat inflasi akan meningkat menjadi sekitar 2,33% pada akhir tahun 2025, naik dari 1,57% pada akhir tahun 2024.
"Mengingat bahwa depresiasi rupiah dapat mendorong imported inflation, kami memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan BI-rate pada level saat ini di 5,75% hingga akhir 2025 untuk memastikan stabilitas ekonomi," pungkas Josua.
Adapun pengumuman resmi mengenai realisasi pergerakan IHK Februari 2025 bakal disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (3/3). (Mir/I-1)