Sejumlah anggota TNI AD selaku terdakwa kasus penganiayaan terhadap terhadap Prada Lucky Saputra Namo menjalani sidang perdana di Pengadilan Militer III-15 Kupang, NTT, Selasa (28/10/2025). Pengadilan Militer III-15 Kupang( ANTARA FOTO/Mega Tokan/sgd/bar)
PROSES penegakan hukum terhadap kasus tewasnya Prada Lucky Namo masih berjalan. Komandan Korem atau Danrem 161/Wira Sakti Brigjen TNI Hendro
Cahyono mengatakan akan terus memantau jalannya persidangan atas kasus meninggalnya Prada Lucky yang diduga akibat dianiaya 22 rekannya.
"Sebagai komandan wilayah di sini (Nusa Tenggara Timur), saya selalu memonitor terus proses persidangan yang berlangsung," ujarnya, Selasa (4/11).
Ia berjanji tak akan melakukan intervensi terhadap kasus meninggalnya Prada Lucky. Menurutnya Prada Lucky bukan anggota Korem 161/Wira Sakti Kupang. Adapun proses hukum yang melibatkan anggota
TNI, ujarnya, terbuka dan transparan. Proses sidang dapat dipantau oleh umum.
Ia meminta para prajurit tetap menjaga disiplin dan perilaku sehingga kasus serupa tak terulang di Korem 161/Wira Sakti.
"Sudah ada prosedurnya, sudah ada tahapan-tahapannya bagaimana menjadi seorang prajurit TNI," ucap dia.
Adapun mengenai laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh almarhum Prada Lucky, dari Dandim Rote, ia menuturkan laporan tersebut tengah didalami. Menurut Hendro, hal itu juga ditanyakan oleh media beberapa kali. Ia juga mendalami dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Pelda Christian yang merupakan ayah almarhum Prada Lucky.
"Pelanggarannya sedang saya dalami, semoga dalam waktu cepat akan kita lihat laporan apa yang disampaikan oleh Komandan Kodim Rote," tukas dia.
Prada Lucky baru dua bulan menjadi Anggota TNI. Dia resmi bergabung dengan TNI AD pada Mei 2025. Setelah menyelesaikan pendidikan di Buleleng, Bali, Prada Lucky ditempatkan di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM), Kebupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Terdapat 20 tersangka yang berkasnya telah dilimpahkan ke peradilan militer. Kasus ini memicu sorotan publik terhadap mekanisme pembinaan prajurit yang dinilai masih menyisakan praktik kekerasan. (Faj/H-4)


















































