ilustrasi(MI/Ramdani)
MIKROPLASTIK, artikel plastik berukuran kurang dari 5 mm, telah menjadi ancaman nyata bagi kesehatan manusia. Tanpa disadari, fragmen ini dapat masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, bahkan udara yang kita hirup. Paparan jangka panjang berisiko memicu gangguan hormon, peradangan, hingga masalah sistem pernapasan.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan bahwa mikroplastik kini terbukti dapat masuk sampai ke jaringan paru-paru manusia.
"Data ilmiah dari luar negeri jelas menunjukkan ditemukannya partikel mikroplastik pada dahak dan bahkan jaringan paru manusia. Ini karena ukuran partikelnya kecil, sehingga dapat masuk jauh ke dalam paru-paru," Tjandra dikutip dari Antara, Minggu (2/11).
Jika terhirup, mikroplastik dapat memicu peradangan, kerusakan sel, hingga disfungsi barier epitel, garis pertahanan utama sistem pernapasan. Potensi bahaya ini semakin relevan setelah muncul temuan mikroplastik dalam air hujan di beberapa kota besar, termasuk Jakarta.
Tjandra menekankan pentingnya mengurangi paparan, terlebih memasuki musim hujan. Ia juga mendorong pemerintah untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai dampak mikroplastik terhadap penyakit paru seperti asma, PPOK, fibrosis paru, dan emfisema.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova sebelumnya menyampaikan bahwa sejak 2022 ditemukan mikroplastik di seluruh sampel air hujan di Jakarta. Rata-rata terdapat 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari, terutama berasal dari serat pakaian sintetis, debu kendaraan, ban, hingga sisa pembakaran sampah plastik.
Menurut Reza, mikroplastik kini telah memasuki siklus atmosfer. Partikel yang terangkat ke udara oleh angin kembali turun bersama hujan.
"Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain," ia menjelaskan.
Upaya mengurangi risiko paparan mikroplastik tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga perubahan perilaku masyarakat. Pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, memilih produk tanpa lapisan plastik, serta mengurangi konsumsi pakaian berbahan sintetis menjadi langkah awal yang dapat dilakukan setiap individu.


















































