
PRODUKSI garam di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, merosot tajam sebagai dampak kondisi cuaca. Hingga Agustus 2025 lalu jumlah produksi garam dari daerah di Pantura Jawa Tengah ini baru mencapai 15.862 ton jauh dibanding dengan produksi 2024 yang mencapai 324.000 ton.
Pemantauan Media Indonesia, Rabu (24/9), hingga saat ini ribuan petani garam di Kabupaten Pati menghadapi paceklik produksi garam, meskipun setiap hari terus berusaha mengalirkan air ke tambak-tambak garam. Namun akibat cuaca dengan intensitas hujan yang cukup tinggi gadil diperoleh tidak memenuhi target.
Bahkan sebagian besar petani garam du daerah Pantura Jawa Tengah bagian timur ini terpaksa mencari penghasilan lain seperti ikut bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) kapal ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mengingat ladang garam yang selama ini menjadi andalan mereka tidak mampu menghasilkan produksi yang mencukupi.
"Sudah tidak dapat diandalkan lagi, kurangnya panas dan kadar garam menurun karena banyaknya air tawar, menjadikan air laut yang dialirkan ke ladang tidak dapat berkristal sempurna," kata Amri,54, petani garam di Tayu, Pati.
Hal serupa juga diungkapkan Sugiri,45, petani garam di Batangan, Kabupaten Pati. Dia mengatakan penghasilan petani garam di daerah ini merusit tajam, karena biasanya pada Juli-Agustus mampu menghasilkan hingga puluhan ton garam krasak (kasar). Namun akibat tingginya intensitas hujan hasil yang dicapai dari beberapa hektare tidak lebih dari satu ton.
Petugas Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Bidang Pengolahan Penasaran Produksi Kelautan Perikanan (P3KP) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati Triana Shinta Dewi membenarkan terjadinya kemerosotan gasil produksi garam di daerah ini pada 2025, bahkan hingga akhir tahun diperkirakan tidak terpenuhinya target produksi.
Berdasarkan data hibgga Juli-Agustus lalu, lanjut Triana, produksi garam di Kabupaten Pati baru tercapai 15.862 ton. Jumlah tersebut jauh dibanding dengan produksi Januari-Desember 2024 yang mencapai 324.000 ton. Namun sisa waktu hingga akhir tahun cukup sulit mengejar produksi.
"Kondisi cuaca dengan curah hujan tinggi dan kurangnya panas menjadikan produksi garam mengalami penurunan tajam, meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menggenjot produksi," ujar Triana .
Terjadinya kemerosotan produksi garam ini, menurut Triana, telah dikoordinasikan dan dibahas bersama Kementerian Perikanan dan Kelautan. Diharapkan hingga September ini masih dapat digenjot produksinya karena memasuki Oktober hingga Desember kembali memasuki musim penghujan. "Kemarau basah menjadi penyebab merosotnya produksi garam tahun ini," tambahnya.
MUSIM PENGHUJAN
Sementara itu, dalam siarannya BMKG Jawa Tengah mengungkapkan bahwa pada Oktober mendatang secara merata daerah di Jawa Tengah mulai memasuki musim penghujan, sehingga warga diminta untuk mewaspadai bencana hidrometeorologi sebagai dampak yang dapat ditimbulkan.
Puncak musim penghujan diprediksi pada November 2025 yakni berada di Kabupaten Banyumas, Kebumen, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara dan Purworejo, kemudiam pada bulan Desember meliputi Kepulauan Karimunjawa, Wonosobo, Purworejo, Cilacap, Kebumen dan Banjarnegara.
Sedangkan puncak nusim hujan pada bulan Januari 2026 yakni Jepara, Kudus, Pati, Rembang, Kota Semarang, Kendal, Demak, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Kota Salatiga, Kabupaten Pekalongan, Batang, Cilacap, Brebes, Tegal, Pemalang, Blora, Grobogan, Sragen, Karanganyar, Boyolali, Semarang, Temanggung, Magelang dan Banyumas.
Selanjutnya puncak musim hujan pada bulan Februari 2026 yakni Kota Tegal, Pekalongan, Surakarta, Magelang, Brebes, Tegal, Pemalang, Blora, Grobogan, Sragen, Karanganyar, Boyolali, Semarang, Temanggung, Magelang, Kota Salatiga, Kabupaten Pekalongan, Batang, Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Cilacap, Kendal, Demak, Wonogiri, Sukoharjo dan Klaten. (E-2)