
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Cirebon mempertimbangkan opsi work from home (WFH) seiring dengan berkurangnya dana transfer ke daerah (TKD).
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon, Sumanto, menjelaskan berkurangnya dana transfer ke daerah membuat pihaknya harus melakukan sejumlah efisiensi. “Efisiensi menjadi kunci agar program pembangunan tetap berjalan di tengah keterbatasan anggaran,” katanya, Rabu (22/10).
Pihaknya, lanjut Sumanto juga tengah mempertimbangkan saran Kementerian PAN-Rebiro untuk menerapkan WFH sebagai bentuk efisiensi anggaran. “Namun, kami masih menunggu arahan resmi. Kalau sudah ada arahan resmi, nanti kita rumuskan seperti apa skemanya,” kata dia.
Selain mempertimbangkan penerapan WFH, Pemkot Cirebon juga sedang mempertimbangkan berbagai program untuk melakukan efisiensi anggaran. “Efisiensi ini tidak hanya berlaku untuk kegiatan besar, tapi juga menyentuh kebutuhan operasional sehari-hari.”
Misalnya, sambung dia, efisiensi untuk pembelian alat tulis kantor (ATK) hingga pembayaran listrik. “Kebutuhan listrik memang harus kita efisienkan, bila perlu, kalau memang sudah jam 16.00 atau paling lama 17.00, tidak ada lagi kegiatan penggunaan listrik,” tutur Sumanto.
Sedangkan untuk ATK, lanjut Sumanto, diperkirakan akan dilakukan pemangkasan hingga 25%. “Sehingga kami bisa menekan beban belanja daerah.”
Namun, ada beberapa sektor yang dikecualikan, salah satunya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Cirebon. Prinsipnya, pelayanan administrasi kependudukan harus tetap berjalan maksimal dan Pemkot Cirebon tidak akan melakukan pengurangan pegawai.
Selain itu, Pemkot Cirebon juga tetap memprioritaskan pembangunan infrastruktur hingga kegiatan pemberdayaan masyarakat di tingkat kelurahan.
Sebelumnya, sejumlah daerah mengalami pengurangan TKD hingga pemerintah daerah harus melakukan efisiensi, termasuk di Kota Cirebon, Jawa Barat. Dana transfer dari pemerintah pusat untuk Kota Cirebon dipangkas hingga mencapai Rp255 miliar.
Wali Kota Cirebon Effendi Edo, menuturkan pemotongan dana transfer ini tidak hanya terjadi di wilayahnya, melainkan di seluruh daerah di Indonesia. “Kebijakan ini berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia. Dampaknya akan sangat terasa, khususnya untuk pembangunan di 2026 nanti,” tandasnya. (UL/P-2)