CELIOS: Indonesia Menuju Transisi Energi Tapi Bank Domestik Masih Banyak Danai Batu Bara

3 hours ago 1
 Indonesia Menuju Transisi Energi Tapi Bank Domestik Masih Banyak Danai Batu Bara Peneliti dari CELIOS, Rani Septyarani dalam pemaparannya mengenai industri batubara di Jakarta, Senin (27/10/2025).(Dok. Abi Rama)

DI tengah desakan global untuk menekan laju perubahan iklim, Indonesia justru menghadapi dilema besar. Negara yang berkomitmen dalam Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi karbon ini masih menggantungkan diri pada energi fosil, khususnya batu bara yang hingga kini menyumbang sekitar 60 persen pasokan listrik nasional.

Sebagian besar pendanaan untuk industri fosil itu datang dari Bank domestik. Berdasarkan hasil riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan survei Enter Nusantara, bank-bank besar nasional seperti Mandiri, BRI, dan BNI disebut masih menyalurkan dana ke perusahaan batu bara dengan total mencapai lebih dari 5,6 miliar dolar AS dalam beberapa tahun terakhir.

Peneliti dari CELIOS, Rani Septyarini menyebut kondisi ini sebagai bentuk paradoks kebijakan. Di satu sisi pemerintah mendorong transisi energi menuju masa depan yang lebih hijau. Namun di sisi lain, uang publik yang dikelola lembaga keuangan dan BUMN justru menjadi penopang industri batu bara.

“Di satu sisi pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain berbicara tentang transisi energi. energi terbarukan, dan sebagainya, tapi di sisi lain (Indonesia), di sektor keuangan, khususnya uang publik, itu justru masih menjadi penopang dari industri batubara,” ujarnya dalam acara diskusi publik oleh Enter Nusantara di Jakarta, Senin (27/7).

Ia juga menyoroti peran Danantara, lembaga superholding yang mengelola aset BUMN senilai sekitar Rp15.000 triliun, yang disebut belum sepenuhnya transparan dalam arah investasinya. Menurut Rani, Danantara seharusnya bisa menjadi motor transisi energi dengan mengalihkan investasi dari sektor fosil ke energi terbarukan.

“Danantara ini super holding, uangnya yang dipegang sangat banyak. Dia memegang BUMN. Arah investasi atau arah yang ingin ditentukan Danantara itu menjadi penggerak. Apakah Danantara itu akan bergerak menuju transisi energi, atau justru tetap membiayai batubara yang justru akan menghambat transisi energi itu sendiri,” lanjut Rani.

Dari hasil survei Enter Nusantara, ditemukan bahwa dari tahun 2016 hingga 2022, bank domestik menyalurkan dana hingga 19,7 miliar dolar AS untuk proyek-proyek energi fosil. Jumlah ini jauh melampaui pendanaan untuk energi terbarukan yang hanya 1,7 miliar dolar AS. Beberapa bank internasional seperti UBS, OCBC, dan Maybank, justru telah lebih dulu menerapkan kebijakan bebas batu bara.

“Selama industri fosil masih mendapat pendanaan murah dan mudah, transisi ke energi terbarukan akan terus terhambat,” ujar Project Lead Enter Nusantara, Ramadhan di kesempatan yang sama.

Rani Septyarini memperingatkan bahwa ketergantungan terhadap batu bara tidak hanya berisiko terhadap lingkungan, tetapi juga terhadap stabilitas ekonomi nasional. Harga batu bara global diperkirakan turun hingga 27% pada 2025, yang bisa meningkatkan risiko kredit dan menurunkan nilai aset lembaga keuangan yang masih bergantung pada sektor tersebut.

“Setiap satu juta dolar AS investasi di energi hijau mampu menciptakan tujuh hingga delapan kali lebih banyak lapangan kerja dibanding sektor batu bara, jadi transisi energi bukan beban, tapi peluang ekonomi baru,” jelas Rani. (Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |