Cegah Kriminalisasi di Ruang Siber, Imparsial Dorong Pemerintah Bentuk UU Penyadapan

2 days ago 10
Cegah Kriminalisasi di Ruang Siber, Imparsial Dorong Pemerintah Bentuk UU Penyadapan Ilustrasi.(MI)

DIREKTUR Imparsial Ardi Manto Adiputra, menyoroti keterlibatan militer dalam ruang siber dan dugaan kriminalisasi terhadap aktivis Ferry Irwandi. Menurutnya, langkah TNI masuk ke ranah tersebut berpotensi mengaburkan fungsi utama militer dan melemahkan ketahanan pertahanan negara.

“Perluasan militer dalam ruang siber ini sudah kami khawatirkan sejak jauh-jauh hari. Militer seharusnya fokus profesional di bidang pertahanan, agar memiliki daya gentar terhadap ancaman eksternal,” ujar Ardi dalam Diskusi Publik Bahaya Militerisme ‘Ancaman Pembela HAM dan Militerisasi Ruang Siber’ pada Jumat (12/9).

Ia menilai, ketika militer lebih sibuk menghadapi aktivis sipil dalam isu siber, hal itu justru mengurangi efek daya tangkal terhadap ancaman luar negeri. 

“Kalau TNI lebih sibuk menghadapi Ferry Irwandi dalam hal cyber, ini tentu tidak memberikan efek deter terhadap ancaman dari luar,” tegasnya.

Ardi juga menyayangkan upaya kriminalisasi militer yang dilakukan terhadap Ferry Irwandi. Menurutnya, langkah tersebut justru menurunkan wibawa pertahanan siber nasional. 

“Kami sungguh menyayangkan upaya kriminalisasi terhadap Ferry Irwandi. Itu telah menurunkan pertahanan cyber TNI, sehingga tidak memiliki lagi daya tangkal, dan seolah-olah TNI kehilangan marwah untuk menjaga ketahanan cyber nasional,” ungkapnya.

Lebih jauh, Ardi menilai tindakan militer dalam kasus ini terlalu jauh masuk ke ruang sipil. Jika hal ini dibiarkan, akan terjadi kondisi penyadapan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). 

“Tindakan militer terhadap Ferry Irwandi terlalu jauh masuk ke ruang sipil, khususnya dalam ruang cyber. Jika dibiarkan, yang terjadi adalah masif surveilans atau pemantauan besar-besaran, bahkan bisa disebut penyadapan,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa hingga kini Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur penyadapan, meski Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan kebutuhan regulasi tersebut sejak 2012. 

“Sampai hari ini Indonesia tidak memiliki undang-undang tentang penyadapan. Padahal MK sudah memandatkan agar hal itu diatur. Kalau penyadapan dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, tentu bertentangan dengan prinsip demokrasi,” jelasnya.

Ardi menekankan bahwa prinsip hak asasi manusia harus menjadi acuan dalam pengaturan ruang siber. Menurutnya, TNI tak mengatasnamakan negara untuk membatasi suara warga negara. 

“Pembatasan terhadap hak privasi di dunia cyber harus dilakukan secara ketat, melalui hukum, dengan tujuan yang sah, proporsional, dan legitim,” ujarnya.

Lebih jauh, Ia pun memperingatkan potensi pelanggaran kebebasan berpendapat di ruang digital jika praktik ini dibiarkan. 

“Prinsip-prinsip ini kemarin tidak terlihat dalam ruang cyber, dan berpotensi memberangus kebebasan berpendapat, berpikir, dan berekspresi masyarakat di ruang digital,” tambahnya.

Untuk itu, Ardi mendorong pemerintah agar segera membahas regulasi yang jelas terkait penyadapan agar tak terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyuarakan pendapat khususnya di ranah siber.

“Penting bagi pemerintah memulai diskusi dan pembahasan tentang undang-undang penyadapan, agar tidak terjadi pemberangusan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat di ranah digital,” pungkasnya. (Dev/P-3) 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |