
Hakim Tinggi Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI yang juga calon hakim agung Kamar Pidana, Annas Mustaqim, mengatakan penayangan tersangka tindak pidana dengan rompi dan borgol merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas praduga tidak bersalah.
Annas menyampaikan hal itu saat sesi tanya jawab dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung tahun 2025 yang diselenggarakan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, hari ini.
“Mengenai penayangan orang yang ditangkap melakukan tindak pidana dengan baju rompi dan tangan yang diborgol, memang dulunya di KPK itu tidak ditayangkan. Namun, sekarang ditayangkan. Dan memang penayangan tersebut melanggar asas praduga tidak bersalah seseorang,” kata dia.
Pernyataan itu disampaikan Annas menjawab pertanyaan Anggota Komisi III DPR RI Benny Utama. Pada mulanya, Benny bertanya ihwal praktik aparat penegak hukum, baik KPK, Kejaksaan Agung, dan kepolisian, yang menampilkan terduga pelaku tindak pidana dengan rompi dan borgol.
Menurut Benny, praktik yang demikian dapat membangun opini publik terhadap terduga pelaku. Padahal, kata dia, proses hukum yang bersangkutan masih panjang, yakni menunggu putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi, atau hingga tingkat kasasi di MA.
“Bagaimana pandangan bapak terhadap proses penegakan hukum yang terjadi ini, terutama yang sampaikan tadi, di tingkat penyidikan ini, diborgol, kemudian ditayangkan, ditampilkan. Apakah ini bukan salah satu penghukuman yang dijatuhkan kepada seseorang kepada tersangka sebelum putusan berkekuatan hukum tetap?” tanya Benny.
Annas menjawab, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah mengatur bahwa setiap orang berhak atas asas praduga tidak bersalah. Asas tersebut, kata dia, harus selalu ditegakkan untuk melindungi hak asasi manusia.
“Seharusnya seseorang itu sebelum diputus oleh pengadilan dinyatakan bersalah dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, tidak boleh ditampilkan dengan baju seperti itu atau tangan diborgol seperti itu,” ucapnya.
Adapun pada kesempatan tersebut, Annas mempresentasikan pokok-pokok pemikirannya melalui makalah bertajuk Tantangan Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dan Independensi Peradilan dalam Fenomena ‘Trial by Public/Press’.
Dalam makalah tersebut, Annas menekankan pentingnya penerapan asas praduga tidak bersalah. Menurut dia, asas tersebut merupakan prinsip dalam hukum pidana dan bagian dari perlindungan hak asasi manusia.
Diketahui Komisi III DPR RI menggelar uji kelayakan dan kepatutan untuk 13 calon hakim agung dan tiga calon hakim ad hoc hak asasi manusia di Mahkamah Agung yang sebelumnya telah diseleksi oleh Komisi Yudisial.
Uji kelayakan dan kepatutan dimulai pada Selasa ini dan dilanjutkan pada Rabu (10/9), Kamis (11/9), serta Selasa (16/9). Pada hari terakhir, akan dilaksanakan pula rapat pleno Komisi III DPR RI untuk penetapan calon terpilih.(Ant/P-1)