
PENGAMAT Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Direktur Next Indonesia Center Herry Gunawan menilai, kehadiran warga negara asing (WNA) di jajaran pimpinan BUMN berpotensi menyingkirkan sejumlah eksekutif lokal. Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengizinkan WNA memimpin BUMN dan menginstruksikan Danantara untuk menjalankan bisnis BUMN dengan standar internasional.
“Terkait rencana WNA memimpin BUMN, siap-siap saja kalau para eksekutif di BUMN banyak yang tersingkir," ujarnya kepada Media Indonesia, Jumat (17/10).
Menurutnya, WNA yang memiliki pengalaman di perusahaan multinasional umumnya membawa nilai positif bagi perusahaan. Mereka terbiasa dengan standar tata kelola yang baik, bekerja secara profesional, dan tidak memiliki afiliasi politik di Indonesia. Kondisi ini membuat mereka dapat bekerja lebih independen dan menjaga etika serta profesionalisme dengan lebih konsisten.
“Perilaku dan pengamalan positif ini berpotensi menular ke BUMN. WNA yang menggarap BUMN akan berkerja secara profesional, dan mengambil keputusan secara independen untuk kepentingan perusahaan," katanya.
Herry menjelaskan, para eksekutif BUMN yang diangkat karena dukungan politik sering kali tidak bisa bertindak independen karena terikat pada kepentingan pihak yang mengangkatnya. Akibatnya, kebijakan yang diambil cenderung tidak berorientasi pada kepentingan perusahaan, sehingga dapat merugikan BUMN itu sendiri.
Sebaliknya, jika WNA dengan reputasi internasional memimpin, reputasi BUMN juga berpotensi meningkat hingga tingkat global.
"Ini penting karena dunia usaha tidak hanya menilai kinerja finansial, tetapi juga menganalisis profil pemimpinnya," terang Herry.
Kendati demikian, ia berpandangan kehadiran WNA tetap perlu dibatasi. Mereka disebut tidak boleh menduduki posisi yang berkaitan langsung dengan kebijakan dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Hal ini, katanya, sesuai Kepmenaker Tahun 2019 yang mengatur jabatan terlarang bagi tenaga kerja asing.
WNA juga sebaiknya tidak dilibatkan di BUMN yang menjalankan public service obligation (PSO), karena karakter dan tanggung jawab sosialnya berbeda dengan orientasi komersial murni.
"Sehingga, kehadiran WNA tetap perlu diberikan batasan," tegasnya.
Selain itu, Herry mengingatkan sebelum adanya perubahan aturan, secara hukum posisi direksi BUMN masih harus dijabat oleh Warga Negara Indonesia sesuai UU No. 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 19 Tahun 2023 tentang BUMN, tepatnya Pasal 15A yang menyebutkan bahwa direksi persero wajib WNI.
"Namun, seperti pernyataan Presiden dan Kepala BPI Danantara Rosal Roeslani, ketentuan ini akan diubah. Kita tunggu saja," pungkasnya. (H-4)