
KEPUNAHAN adalah bagian alami dari kehidupan di Bumi. Sepanjang sejarah, Bumi telah mengalami peristiwa besar yang mengubah kehidupan secara drastis. Seperti tumbukan asteroid yang memusnahkan dinosaurus.
Namun, ada juga peristiwa kepunahan yang terjadi secara perlahan. Sampai membentuk ulang ekosistem sedikit demi sedikit.
Saat ini, kegiatan manusia mempercepat punahnya berbagai spesies akibat kerusakan habitat, penyebaran spesies invasif, dan perubahan iklim.
Menurut sebuah studi terbaru yang dipimpin oleh John Wiens dari Universitas Arizona dan Kristen Saban dari Universitas Harvard. Mengatakan Bumi belum berada di ambang kepunahan massal.
Meskipun banyak spesies telah punah. Penelitian menunjukkan genus, kelompok taksonomi yang menaungi beberapa spesies. Tidak mengalami tingkat kepunahan yang sama cepatnya.
Dalam penelitian ini, Wiens dan Saban meninjau lebih dari 22.000 genus menggunakan data dari IUCN. Hanya ditemukan 102 genus yang punah dalam 500 tahun terakhir. Jumlah ini kurang dari 0,5% dari total yang diteliti.
Hilangnya genus sangat penting karena mewakili sejarah evolusi yang bisa berlangsung jutaan tahun. Jika satu genus punah, maka seluruh cabang evolusi bisa hilang selamanya.
Contoh nyata adalah tuatara. Satu-satunya anggota yang tersisa dari garis keturunan reptil berusia 250 juta tahun. Jika tuatara punah, maka satu cabang evolusi akan hilang tanpa jejak.
Penelitian menemukan hilangnya genus tidak tersebar merata di seluruh kelompok makhluk hidup.
Genus yang telah hilang:
- Burung telah kehilangan 37 genus
- Mamalia kehilangan 21 genus
- Amfibi kehilangan 1 genus
- Reptil kehilangan 3 genus
- Ikan sirip-jari (ray-finned fishes) kehilangan 4 genus
- Arthropoda kehilangan 11 genus
- Tumbuhan kehilangan 12 genus
- Moluska kehilangan 14 genus, sebagian besar di pulau-pulau terpencil
Angka ini menunjukkan burung dan mamalia tampak lebih terdampak, karena mereka lebih banyak dipelajari. Sedangkan serangga, meskipun jumlahnya sangat besar, justru masih kurang terdata.
Sebagian besar genus yang punah berasal dari ekosistem pulau. Sekitar 75% kepunahan genus terjadi di pulau-pulau kecil. Di mana habitatnya terbatas.
Di lingkungan seperti ini, spesies lebih rentan terhadap ancaman seperti perburuan, predator invasif, dan perubahan habitat. Contohnya:
Kepulauan Mascarene: Kehilangan banyak genus burung
- Kepulauan Karibia: Mengalami kepunahan beberapa genus mamalia
- Saint Helena: Kehilangan banyak genus moluska. Bahkan di perairan tawar, empat genus ikan sirip-jari juga hilang.
Temuan penting lainnya adalah bahwa laju kepunahan genus justru melambat dalam satu abad terakhir.
Seperti berikut kepunahan genus yang terjadi selama beberapa tahun:
- Puncak kepunahan terjadi pada akhir 1800-an hingga awal 1900-an
- Dekade dengan kepunahan terbanyak: 1890-an, dan 1930-an
Sejak itu, laju kepunahan menurun. Bertentangan dengan klaim bahwa kepunahan semakin cepat.
Dua penyebab utama perlambatan ini:
- Konservasi: Upaya melindungi burung dan mamalia berhasil menekan laju hilangnya genus
- Seleksi alam: Banyak garis keturunan paling rentan. Terutama di pulau, telah punah lebih dari 100 tahun lalu. Sehingga, yang tersisa relatif lebih rentan terhadap ancaman.
Selain itu, ada faktor taksonomi:
Burung dan mamalia cenderung memiliki lebih sedikit spesies dalam satu genus. Sehingga hilangnya satu atau dua spesies, dapat menyebabkan hilangnya seluruh genus.
Sebaliknya, reptil dan amfibi biasanya memiliki banyak spesies dalam satu genus. Sehingga genus mereka relatif lebih aman.
Studi ini menegaskan bahwa Bumi belum masuk kepunahan massal pada tingkat genus. Namun, ancaman kepunahan spesies masih serius. Kehilangan spesies berdampak pada ekosistem, keseimbangan alam, dan kehidupan manusia. (earth/Z-2)