 Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, dan Dirut Bio Farma Shadiq Akasya hadir pada hari kedua pertemuan DCVMN ke-26 di Bali, Kamis, (30/10).(MI/Arnoldus Dhae)
                                Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, dan Dirut Bio Farma Shadiq Akasya hadir pada hari kedua pertemuan DCVMN ke-26 di Bali, Kamis, (30/10).(MI/Arnoldus Dhae)
                            KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, bersama Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya hadir pada hari kedua pertemuan Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN) ke-26 di Bali, Kamis, (30/10).
Dalam kesempatan tersebut, Taruna menegaskan komitmen Indonesia untuk memastikan ketersediaan vaksin yang aman, berkualitas, dan efektif. Menurut Taruna, pengalaman menghadapi pandemi Covid-19 menjadi pelajaran penting bagaimana negara berkembang perlu memperkuat kemampuan produksi vaksin secara mandiri.
“Produksi vaksin harus memiliki garansi keamanan, kualitas, dan efektivitas. Saat pandemi, Indonesia dipimpin Bio Farma bersama Kementerian Kesehatan bekerja keras agar vaksin tersedia. Dari pengalaman itu, kami memastikan setiap produksi vaksin di Indonesia harus terstandar,” ujar Taruna.
Ia memaparkan bahwa BPOM turut membantu sekitar 80 industri untuk pengembangan produk, mulai dari sertifikasi, pemasaran hingga distribusi. Indonesia saat ini terus memperkuat konsep ABG (Akademia, Bisnis, Government) untuk mendorong inovasi dan kemandirian vaksin, yang sebelumnya terbukti berhasil melahirkan industri vaksin baru.
Taruna menjelaskan, konsep tersebut akan dibagikan kepada negara-negara anggota DCVMN, khususnya kawasan Afrika, untuk mendorong pertumbuhan ekosistem vaksin global.
Dalam forum ini, Taruna juga menegaskan empat fokus pemerintah dalam penguatan sistem vaksin nasional, membangun jaringan kuat ketersediaan vaksin, menjamin ekosistem riset hingga distribusi, memastikan keamanan, efikasi, dan kualitas, mendukung aspek pendanaan dan keberlanjutan industri vaksin.
Ia mencontohkan, kebutuhan vaksin Tuberkulosis (TBC) yang direkomendasikan WHO mencapai 50 juta dosis untuk tahap awal, sementara kapasitas produksi nasional saat ini baru mampu menyiapkan sekitar 5 juta dosis.
“Kebutuhan vaksin Indonesia sangat besar. Dengan 4,8 juta bayi lahir setiap tahun, vaksin dasar saja belum sepenuhnya bisa dipenuhi produksi dalam negeri. Ini peluang besar, termasuk untuk menjadi pemain global,” tegasnya.
Taruna menegaskan bahwa bila ekosistem tidak dipersiapkan dengan matang, pasar vaksin nasional bisa diambil produsen lain. Karena itu, pemerintah terus memperkuat koordinasi dengan Bio Farma, BPOM, Kementerian Kesehatan, serta pemangku kepentingan terkait.
“Dari hulu hingga hilir, kita ingin memastikan industri vaksin Indonesia bisa menjadi pemain utama dunia,” pungkasnya. (E-2)

 7 hours ago
                                2
                        7 hours ago
                                2
                    
















































