Hujan deras sebabkan banjir di Tangerang.(Dok. MI/Ramdani)
KEPALA Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani menyampaikan bahwa Indonesia saat ini tengah memasuki periode peningkatan curah hujan yang menandai peralihan menuju puncak musim hujan.
“Berdasarkan analisis tiga bulan terakhir, curah hujan terus mengalami kenaikan signifikan, dengan sebagian besar wilayah berada pada kategori menengah hingga tinggi,” ujar Faisal dalam Apel Kesiapsiagaan Bencana Kementerian Pekerjaan Umum, Rabu (5/11).
Ia menjelaskan, fenomena La Niña lemah saat ini tengah berlangsung dan diprediksi bertahan hingga Maret 2026. Namun, dampaknya terhadap peningkatan curah hujan diperkirakan tidak akan terlalu signifikan pada puncak musim hujan. “La Niña lemah akan bertahan hingga awal tahun 2026, namun pada puncak musim hujan dampaknya terhadap penambahan curah hujan tidak terlalu signifikan. Meski begitu, curah hujan tinggi pada periode tersebut tetap perlu diwaspadai,” kata Faisal.
BMKG mencatat, curah hujan kategori tinggi hingga sangat tinggi berpotensi terjadi di wilayah selatan Indonesia, meliputi Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, hingga Papua bagian selatan. Selain itu, lembaga tersebut juga mendeteksi keberadaan Siklon Tropis Kalmaegi di Samudra Hindia barat daya Lampung serta beberapa sirkulasi siklonik lain yang turut memengaruhi dinamika cuaca nasional.
Dalam sepekan ke depan, hujan intensitas sedang hingga lebat diperkirakan mengguyur pesisir barat Sumatra, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menegaskan pentingnya kesiapsiagaan seluruh elemen pemerintah menghadapi potensi bencana hidrometeorologi. “BMKG telah memperingatkan bahwa intensitas hujan di berbagai wilayah Indonesia akan meningkat signifikan dan berpotensi menimbulkan bencana banjir serta tanah longsor di beberapa daerah. Untuk itu, saya menekankan pentingnya langkah mitigasi dan kesiapan dari seluruh jajaran pemerintah, baik pusat maupun daerah,” ujarnya.
Dody juga menekankan bahwa kolaborasi lintas lembaga menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi kondisi darurat. “Ini bukan sekadar informasi, melainkan tanggung jawab kita bersama. Pemerintah pusat, daerah, TNI, Polri, dan masyarakat harus bekerja secara terkoordinasi agar penanganan di lapangan dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan efektif,” katanya.
Ia menambahkan, sesuai arahan Presiden, pemerintah harus selalu hadir dan tanggap dalam setiap kondisi darurat. “Kita mungkin tidak dapat sepenuhnya mengendalikan alam, namun kita dapat memastikan bahwa infrastruktur yang sudah dibangun mampu bertahan dan berfungsi dengan baik dalam menghadapi tantangan alam tersebut,” tegasnya.
Sebagai langkah antisipatif, BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan sejumlah instansi terkait telah melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di beberapa wilayah rawan. Operasi ini dilakukan di Jawa Tengah melalui Posko Semarang dan Solo dengan dua armada pesawat Cessna dan Grand Caravan pada periode 25 Oktober–3 November 2025. Di Jawa Barat, operasi dilakukan dari Posko Jakarta dengan satu armada pesawat pada 23 Oktober–3 November 2025.
Langkah ini diambil untuk meminimalkan risiko bencana geo-hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, yang berpotensi meningkat seiring datangnya puncak musim hujan. BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk tetap waspada terhadap cuaca ekstrem, terutama di wilayah dengan curah hujan tinggi. “Koordinasi lintas sektor dan peningkatan kesiapsiagaan menjadi kunci dalam menghadapi potensi bencana yang dipicu cuaca ekstrem,” pungkas Faisal.
(H-3)


















































