ALLPrint Indonesia 2025 diselenggarakan pada 8–11 Oktober 2025 di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta.(MI/Iis Zatnika)
Dari 100 perusahaan percetakan yang berfokus pada penerbitan media, kini hanya tersisa 30, sebagian besar terafiliasi pada bisnis media. Sementara, perusahaan percetakan yang hanya mengandalkan order dari pelanggan eksternal sudah menutup divisi pencetakan koran, majalah, hingga buletin yang sebelumnya mereka layani. Mereka kini beralih pada order cetakan kemasan, label pakaian dan produk kemasan, serta produk-produk lainnnya.
Demikian diungkapkan Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) Ahmad Mughira Nurhani saat menghadiri pembukaan ALLPrint Indonesia 2025, pameran percetakan yang diselenggarakan untuk ke-26 kalinya, Rabu (9/10). Pameran diselenggarakan pada 8–11 Oktober 2025 di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta. Pelaku industri percetakan dan grafika itu juga diselenggarakan pameran bersama Indo Sign & AD, Textile Printing, Print For Pack, Inter Corrugated, dan Pro Label Asia. Rangkaian pameran ini mencakup berbagai sektor strategis mulai dari periklanan, tekstil, kemasan, karton bergelombang, hingga teknologi label.
"Situasi percetakan untuk media mulai turun drastis sejak 2015. Semula masih disambung dengan buku pelajaran yang sifatnya musiman, namun bebrapa tahun terakhir sistemnya berubah. Sehingga, perusahaan saya misalnya, dari semula mencetak 23 media untuk berbagai segmen, sekarang berubah ke kemasan dan label. Mesin yang digunakan, tetap sama, hanya dibutuhkan berbagai penyesuaian," kata Achmad.
Chief Executive Officer Krista Exhibitions, Daud D. Salim menyampaikan, ALLPrint Indonesia 2025 diikuti lebih dari 500 perusahaan lokal maupun internasional, di antaranya Indonesia, China, Malaysia, Korea Selatan, India, Hong Kong, Jepang, Jerman, Singapura, Taiwan, Pakistan, Thailand, Vietnam, Belanda, Belgia, Australia, Italia, Yunani, Spanyol, dan Austria.
"Mesin-mesin terkini yang ditawarkan adalah yang menghasilkan waste atau sisa material kertas yang lebih rendah, sehingga lebih menghemat, karena kertas kan kian mahal. Selain itu, ada juga cetakan kain yang bisa dimanfaatkan pengusaha fesyen atau kerudung yang bisa mencetak motoif sesuai keinginan dengan harga yang lebih efisien," kata Daud.
Secara global, lanjut Daud, pasar percetakan komersial diperkirakan akan mencapai nilai sebesar 541,1 miliar dollar AS pada 2031, dengan laju pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 2,5% sepanjang periode 2025 hingga 2031. Sejalan dengan tren tersebut, pasar percetakan komersial di Indonesia juga diproyeksikan akan mencatat pertumbuhan yang kuat, faktor pendorong utamanya adalah meningkatnya permintaan layanan periklanan di kalangan bisnis dan korporasi, serta semakin tingginya penggunaan pesan pemasaran yang dipersonalisasi dalam strategi promosi. (X-8)


















































