Bisakah Otak di Laboratorium Memiliki Kesadaran? Ini Kata Ahli

3 hours ago 3
Bisakah Otak di Laboratorium Memiliki Kesadaran? Ini Kata Ahli Ilustrasi jaringan otak manusia.(Freepik)

PARA ilmuwan kini makin dekat untuk bisa menumbuhkan jaringan otak manusia di laboratorium. Hal ini menimbulkan perdebatan etis, soal bagaimana memperlakukan jaringan tersebut.

Organoid otak sering disalahpahami sebagai “otak dalam kotak” ala fiksi ilmiah. Padahal, jaringan kecil yang dibuat dari sel punca ini masih terlalu sederhana, untuk bekerja layaknya otak manusia. Karena dianggap tidak memiliki kesadaran, penelitian tentang organoid otak sampai sekarang masih diatur dengan aturan yang cukup longgar.

"Kami merasa bahwa karena takut akan sensasi dan hiperbola yang terinspirasi fiksi ilmiah, pendulum telah berayun terlalu jauh ke arah yang berlawanan," ujar Christopher Wood, peneliti bioetika di Universitas Zhejiang, Tiongkok. 

Para ahli menilai aturan tentang penggunaan organoid, sebaiknya ditinjau kembali. Menurut Boyd Lomax, pakar saraf dari Universitas Johns Hopkins, tidak etis jika organoid sampai memiliki kesadaran, pikiran, atau bahkan bisa merasakan sakit.

Sel punca yang ditumbuhkan di permukaan datar, seperti di cawan, hanya berkembang berdampingan tanpa struktur yang rumit. Tapi jika sel tersebut dikultur dalam gel padat atau bioreaktor berputar, yang menjaga mereka tetap mengambang, sel bisa membentuk jaringan tiga dimensi yang mirip dengan otak embrio.

Walaupun bisa membentuk struktur 3D, organoid otak tetap terlalu sederhana untuk memiliki kesadaran, kata beberapa ahli saraf. Kesadaran di otak manusia muncul karena banyak bagian otak saling berhubungan, sedangkan organoid hanya meniru satu bagian saja. Ukurannya juga sangat kecil, tidak lebih dari 4 milimeter, sehingga tidak mungkin punya kemampuan yang dibutuhkan untuk kesadaran.

Sebagian definisi kesadaran menekankan pada kemampuan otak memproses dan merespons lingkungan lewat indera, seperti melihat dan mendengar. Organoid otak saat ini tidak bisa merespons lingkungan, karena tumbuh di luar tubuh.

Namun, para ahli khawatir organoid yang lebih maju nantinya bisa merasakan sakit, mirip dengan otak manusia yang mendapat sinyal nyeri dari meninges.

Kekhawatiran etis sebagian berkaitan dengan potensi organoid, yang dapat merasakan sakit dan membentuk pikiran mereka sendiri.

"Kesejahteraan organoid yang sadar, setelah diproduksi, perlu dipertimbangkan, karena ia telah menjadi entitas yang relevan secara moral dan memiliki kepentingan," jelas Wood.

Namun, Andrea Lavazza, seorang filsuf moral dan ahli neurotika di Universitas Pegaso Italia, mengambil sikap yang berbeda.

“Secara pribadi, saya rasa menumbuhkan organoid otak dengan kesadaran bukanlah hal yang tidak etis," ungkapnya, seraya menambahkan bahwa, "Para ilmuwan melakukan eksperimen dengan entitas sadar lainnya, seperti tikus." 

Walaupun terdengar seperti cerita dalam Brave New World, keberadaan otak buatan laboratorium bisa saja segera menjadi nyata. Tantangannya adalah bagaimana menilai kesadaran dan menyusun aturan yang tepat. Menurut Wood, justru pihak yang meragukan keberadaan kesadaranlah, yang seharusnya membuktikan penolakannya, bukan pendukung yang meyakini kemungkinan itu. (Live Science/Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |